Sabtu, 31 Juli 2010

Cermin (percakapan Diri Dalam Mencari Makna Kebebasan)

Sepulang menjalankan aktivitas rutin yaitu kuliah, aku langsung menuju kamarku, kurebahkan tubuhku di atas ranjang. Badan terasa capek, ingin rasanya cepat keluar dari pengapnya rasa lelah. Cahaya redup lampu kamarku menambah suasana semakin sunyi. Malam-malam yang dingin ingin rasanya cepat tidur. Tapi mata ini sulit terpejam ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiran. Semakin lama aku pikirkan semakin menjadi-jadi pikiran ini. Entah ada apa ini aku sendiri bingung memahami hal ini.

Satu kata yaitu “kebebasan”. Ya…..katanya kebebasan itu sangat penting dalam berseni, dalam menulis, dalam bersikap, dalam bertindak, dalam berorganisasi, bahkan dalam menyampaikan pendapat perlu kebebasan, karena dengan kebebasan maka akan memunculkan kreativitas, orang tidak akan bisa kreatif jika dirinya tidak bebas atau merdeka. Ah….. apa itu kebebasan banyak orang yang memperjuangkan kebebasan. Apa makna sebenarnya kebebasan itu? Banyak kontradikisi dalam hati tentang apa itu kebebasan. Orang dimana-mana berteriak atas nama kebebasan. Dimana aku akan memperoleh kebebasan. Di jalanan….. ah tak mungkin aku mendapatkan kebebasan di jalanan, karena mana mungkin kebebasan hanya berada di jalanan. Ekspresi tidak terbataskah kebebasan itu, tapi tidak mungkin pula kebebasan hanya diperoleh dengan ekspresi tidak terbatas, karena pasti tidak menutup kemungkinan atas nama kebebasan dalam seni maka izinkan aku telanjang. Tidak bertuhan mana mungkin pula kebebasan diperoleh dengan tidak bertuhan yang bisa mengakibatkan melakukan sesuatu menghiraukan moral, Tidak ada yang haq dan yang bathil, akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan segala sesuatu. Hanya orang-orang yang tolol yang menganggap kebebasan hanya diperoleh jika tidak bertuhan.

Ah…………sial... sial... sial...... kata satu ini hanya membayangi pikiranku. Kebebasan….kebebasan……..kebebsan. Kata apa ini. Ingin aku menenangkan pkiranku dari satu kata ini. Tapi jika tidak segera kutemukan makna kebebasan akan semakin membayangiku.


“Akbar, kamu sudah tidur?” Tanya ibu dari balik pintu kamarku

“Belum bu” Jawabku sambil mondar-mandir yang dari tadi hanya merenung tentang makna kebebasan

“Sana makan dulu setelah itu sholat isya’ sekalian, jadi nanti kalau ketiduran sudah gak ada yang mengganggu tidurmu karena tak perlu dibangunin tuk sholat isya”

“Ya…bu bentar lagi?”

Mungkin ada benarnya kata ibu. Pikiranku hari-hari ini selalu terfokus pada makna kebebasan. Tapi sholat…..sholat…..sholat….mungkinkah itu sebuah kebebasan. Sedangkan dalam sholat kita ini sebagai hamba yang hanya di perintah. Kebebasankah itu? Mungkin untuk menemukan kebebasan aku harus mengenali diriku sendiri.

Aku pun langsung menuju kamar mandi, mengambil air wudlu, walaupun dingin tapi tak kuhiraukan. Ah…..kesegaran dalam wajahku yang kelelahan karena aktivitas seharian yang melelahkan ini. Akupun kembali ke kamar. Kuhamparkan sajadah, kuluruskan niatku hanya Allah tujuanku. Mungkin dengan begitu aku bisa menemukan kebebasan yang hakiki. Tapi apakah mungkin jika dalam sholat aku menemukan makna kebebasan yang hakiki. Kalaupun aku menemukan berarti itu bukanlah kebebasan tapi setan yang meracuni pikiranku dengan memberikan makna kebebasan agar sholatku tidak fokus pada Allah tuhanku. Kulanjutkan dengan dzikir dalam wirid hening runduk hamba. Kuucap segala yang bisa kuucap, dimulai dari istighfar ke tasbih, dari tasbih ke tahmid, dari tahmid ke takbir. Dan sampai yang terakhir sebelum aku mengemis pada Allah di akhiri dengan tahlil.

Setelah selesei sholat entah mengapa pikiranku kembali penasaran untuk mencari tahu tentang makna kebebasan. Maka akupun ingin memahami diriku sendiri. Langsung aku menuju depan cermin aku amati diriku sendiri. Ku coba untuk memahami siapakah sebenarnya diri ini. Aku bertanya kepada bayanganku di cermin.

“Hey….siapa sebenarnya aku ini?” tanyaku kepada cermin sambil memperhatikan bayanganku.

Tapi setelah ku tunggu sekian lama cermin itu tak kunjung menjawabnya. Aku fikir-fikir lagi. Tiba-tiba ada suara air menetes di atap sekian lama semakin keras. Titik-tik air menetes diatap kamarku. Ternyata hujan turun sangat deras desertai dengan angin yang kencang, sehingga membuat suasana semakin sunyi dan hening. Tak lama kemudin sayatan kilat dan petir silih berganti membuat hatiku semakin mengecil dan mengecut, Kupeluk erat-erat tubuhku. Aku Tanya lagi siapa diriku sambil memperhatikan bayanganku di cermin. Tapi tak kunjung juga kutemukan jawaban. Ingin rasanya aku teriak.

Tiba-tiba seperti ada berbicara seperti suara aneh dalam cermin “kamu bingung mencari makna kebebasan itu, tak usahlah kamu bingung mencari kebebasan itu?”

“Siapa kamu dimana kamu cepat tunjukan dirimu?” Sahutku sambil kebingungan.

“Kamu tak akan bisa mencariku”

“Lalu mengapa kamu datang ke sini?” Jawabku lagi.

“Dasar manusia sudah ditunjukan kebebasan masih saja salah memaknai kebebasan”

Suara aneh itu semakin membuatku penasaran, akhirnya akupun langsung bertanya balik kepada cermin yang berada didepanya “lalu apa makna kebebasan itu?”.

“Bukankah kamu selalu berucap setelah sholat? Kalau kamu bisa memaknainya maka kamu akan menemukan kebebasan”

Tiba-tiba suara aneh itu menghilang. Diriku semakin bingung lalu ku amati cermin lagi sambil kuingat apa yang kuucapkan setelah sholat. Tiba-tiba terlintas dihatiku kalimat tahlil “Lailahaillallah”. Kucoba cari makna lailahaillallah sambil kurenungi setiap kata dan jika kalimat tahlil ini tidak hanya di bibir tetapi sudah di dalam jiwa.

“Bagaimana anak muda masih bingung dengan kata itu” Suara aneh dengan tiba-tiba muncul lagi.

“Kalimat tahlil lailahaillallah masukan dalam jiwa secara dalam-dalam jangan pernah lepaskan atau kamu lupakan sedikitpun dimanapun dan kapanpun. Bukankah nafsu masih sering memperhambamu, kekuasaan terus mengasaimu, materi terus menjajahmu, benda mati terus mengaturmu, syahwat terus memaksamu, rasa takut terus mengancammu, kepentingan terus merekayasamu, kepada siapapun kamu masih terus mengharap dan memohon, kepada apapun kamu masih bersujud dan bersimpuh. Maka sebenarnya hanya Allah-lah yang pantas memperhambamu, hanya kepada Allah yang yang pantas menguasaimu, menjajahmu, mengaturmu, memaksamu, mengancammu, merekayasamu, kapada Allah-lah engkau harus mengharap dan memohon, bersujud dan bersimpuh.”

“Tapi bukankah yang tidak punya tuhan lebih bebas?” Tanya akbar

“Sekarang pikirkan kembali apakah orang-orang yang tidak punya agama telah memperoleh kebebasan? Mereke adalah orang-orang yang mencoba lari dari tanggung jawabnya sebagai khalifah, mereka itu disebabkan karena penafsiran agama yang dimasuki kepentingan, mereka tidak meluruskan tetapi malah meninggalkan, kalau begitu apakah mereka merdeka, mereka tidaklah merdeka tetapi mereka tertindas dan meninggalkan tanggung jawab. Apakah artinya kebebasan jika mereka menganggap dirinya memperoleh kebebasan tapi mereka berbuat kerusakan, melakukan sesuatu seenaknya tanpa memperhatikan kerugian sosial yang di tanggung?”

Suara itu sekejap langsung menghilang. Aku hanya diam seribu bahasa dan berharap suara aneh tadi terus memberikan penjelasanya. Detik demi detik menjadi menit, begitulah seterusnya waktu terus berjalan tanpa bisa aku mengulang dan menghentikanya. Aku pun berfikir sejenak ku coba memahami kata-kata suara aneh tadi.

Ya......kebebasan itu hanya bisa di dapat dengan lailahaillallah. Allah itu esa, bukan satu dua, atau tiga. Dalam menulis, berseni, atau dalam melakukan segala sesuatu harus kreatif, dan kreatif bisa didapat jika ada kebebasan, merdeka. Jika tuhanya banyak pasti tidak bisa kreatif, Sedangkan tuhan itu bukan nafsu, kekuasaan, materi, syahwat, benda mati, kepentingan, rasa takut, kepada apapun dan siapapun. Dan sholat itu untuk membebaskan dari rasa itu semua.


“Akbar, ayo cepat bangun ini sudah jam 5 kamu belum sholat shubuh nanti keburu siang” Suara ibu dari balik pintu kamarku.

Aku langsung tersentak bangun kaget. Rupanya sudah pagi. Dalam kesendirian aku bingung tentang kejadian semalam itu mimpi atau nyata, tapi tanda-tanda kalau semalam hujan lebat dan disertai angin yang sangat kencang tidak ada sama sekali bahkan tanah halaman rumahpun masih kering dan tak basah sedikitpun. Sedangkan sekarang adalah musim kemarau dan sudah 4 bulan lebih tak pernah ku temukan hujan. Hanya tetesan bening embun yang menetes dari daun-daun tumbuhan di sekitar rumahku. Dari bunga-bunga dan rumput-rumput liar. Mungkin tadi malam.............. ah sudahlah.