Kamis, 10 November 2011

KH. A. MUSTOFA BISRI


Gus Mus adalah sapaan akrab seorang ulama yang peduli tentang budaya karena beliau memang dikenal seorang budayawan KH. A. Mustofa Bisri. Beliau dilahirkan di Rembang Jawa Tengah, 10 Agustus 1944. Seorang anak dari KH. Bisri Mustofa, ulama mashyur pendiri Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin Rembang. Kakeknya KH. Mustofa Bisri juga seorang ulama.

Mustofa Bisri adalah seorang Kiai, penyair, novelis, pelukis, budayawan dan cendekiawan muslim, ini telah memberi warna baru pada peta perjalanan kehidupan sosial dan politik para ulama. Ia kyai yang bersahaja, bukan kyai yang ambisius. Ia kyai pembelajar bagi para ulama dan umat.

Beliau mendapat didikan agama sejak masih kecil. Sejak kecil ia diasuh oleh ayahnya sendiri KH. Bisri Mustofa. pendidikan dasar dan menengahnya terbilang kacau. Setamat sekolah dasar tahun 1956, ia melanjut ke sekolah Tsanawiyah. Baru setahun di tsanawiyah, ia keluar, lalu masuk Pesantren Lirboyo, Kediri selama dua tahun. Kemudian pindah lagi ke Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Di Yogyakarta, ia diasuh oleh KH Ali Maksum selama hampir tiga tahun. Ia lalu kembali ke Rembang untuk mengaji langsung diasuh ayahnya. KH Ali Maksum dan ayahnya KH Bisri Mustofa adalah guru yang paling banyak mempengaruhi perjalanan hidupnya. Kedua kyai itu memberikan kebebasan kepada para santri untuk mengembangkan bakat seni.

Kemudian tahun 1964, dia dikirim ke Kairo, Mesir, belajar di Universitas Al-Azhar, mengambil jurusan studi keislaman dan bahasa Arab, hingga tamat tahun 1970. Di Al Azhar itulah, untuk pertama kali Gus Mus bertemu dan berkenalan dengan Gus Dur, yang kemudian menjadi Presiden keempat Republik Indonesia.

Siapa yang tidak kenal Gus Mus. Ia aktif sebagai penulis. Sudah banyak karya-karyanya. Selain aktif dalam dunia tulis kesibukanya dalam mengasuh pondok pesantren ia sempatkan juga mengasuh blog dengan alamat Gus Mus.net.

Dalam menulis mungkin sebagian kyai menganggapnya aneh apalagi Gus Mus juga aktif bahkan banyak menulis puisi. Hal yang sangat tabu bagi kalangan kyai di Indonesia tapi menurut Gus Mus itu bukanlah hal yang aneh. Sebenarnya para kyai Indonesia mempunyai ilmu itu. Di Islamkan di pelajari ilmu nahwu sharaf, ilmu balaghah itupun masi hada balaghah ma’ani dan batini. Itu semua semua ilmu yang digunakan untuk memahami Al-Qur’an dan ilmu itu juga bisa digunakan untuk menulis puisi.

Sebenarnya banyak sekali para ulama’ yang mempunyai diwan seperti Hamzah al Fansuri, Imam Syafi’i, bahakn hadratussyeh KH. Hasyim Asy’ari juga aktif menulis. Itulah yang melatari Gus Mus untuk terus berkarya. Di antara tulisanya yang juga dipublikasikan lewat blognya juga banyak sekali karyanya yang sudah diterbitkan yaitu:

• Ensiklopedi Ijmak (Terjemahan bersama KH. M. Ahmad Sahal Mahfudz, Pustaka Firdaus, Jakarta);
• Proses Kebahagiaan (Sarana Sukses, Surabaya);
• Awas Manusia dan Nyamuk Yang Perkasa (Gubahan Cerita anak-anak, Gaya Favorit Press, Jakarta);
• Maha Kiai Hasyim Asy’ari (Terjemahan, Kurnia Kalam Semesta, Jogjakarta);
• Syair Asmaul Husna (Bahasa Jawa, Cet. I Al-Huda, Temanggung; Cet. II 2007, MataAir Publishing);
• Saleh Ritual Saleh Sosial, Esai-esai Moral (Mizan, Bandung);
• Pesan Islam Sehari-hari, Ritus Dzikir dan Gempita Ummat (Cet. II 1999, Risalah Gusti, Surabaya);
• Al-Muna, Terjemahan Syair Asma’ul Husna (Al-Miftah, / MataAir Publishing Surabaya);
• Mutiara-mutiara Benjol (Cet. II 2004 MataAir Publishing, Surabaya);
• Fikih Keseharian Gus Mus (Cet. I Juni 1997 Yayasan Al-Ibriz bejerhasana dengan Penerbit Al-Miftah Surabaya; Cet. II April 2005, Cet. III Januari 2006, Khalista, Surabaya bekerjasama dengan Komunitas Mata Air);
• Canda nabi & Tawa Sufi (Cet. I Juli 2002, cet. II November 2002, Penerbit Hikmah, Bandung);
• Melihat Diri Sendiri (Gama Media, Jogjakarta)
• Kompensasi (Cet. I 2007, MataAir Publishing, Surabaya)

Cerpen-cerpennya dimuat dalam berbagai harian seperti Kompas, Jawa Pos, Suara Merdeka, Media Indonesia dan buku kumpulan cerpennya, Lukisan Kaligrafi (Penerbit Buku Kompas, Jakarta) mendapat anugerah dari Majlis Sastra Asia Tenggara tahun 2005.

Di samping puisi-puisi yang diterbitkan dalam berbagai Antologi bersama rekan-rekan Penyair (seperti dalam “Horison Sastra Indonesia, Buku Puisi”; “Horison Edisi Khusus Puisi Internasional 2002”; “Takbir Para Penyair”; “Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air”; Ketika Kata Ketika Warna”; “Antologi Puisi Jawa Tengah”; dll), kumpulan-kumpulan puisi yang sudah terbit adalah:

• Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Cet. I Stensilan 1988; Cet. II P3M Jakarta 1990; Cet. III 1991, Pustaka Firdaus, Jakarta);
• Tadarus (Cet. Pertama 1993 Prima Pustaka, Jogjakarta);
• Pahlawan dan Tikus (Cet. I 1995, Pustaka Firdaus, Jakarta);
• Rubaiyat Angin & Rumput (Diterbitkan atas kerja sama Majalah Humor dan PT Matra Multi Media, Jakart, Tanpa Tahun);
• Wekwekwek (Cet. I 1996 Risalah Gusti, Surabaya);
• Gelap Berlapis-lapis (Fatma Press, Jakarta, Tanpa tahun);
• Negeri Daging (Cet. I. September 2002, Bentang, Jogjakarta);
• Gandrung, Sajak-sajak Cinta (Cet.I Yayasan Al-Ibriz 2000, cet. II, 2007 MataAir Publishing, Surabaya)
• Aku Manusia (MataAir Publishing, 2007, Surabaya)
• Syi'iran Asmaul Husnaa (Cet. II MataAir Publishing, 2007,Surabaya)
• Membuka Pintu Langit (Penerbit Buku Kompas, Jakarta November 2007)

Sudah diketahui banyak orang bahwa KH. A. Mustofa Bisri adalah juga seorang pelukis. Bahkan lukisan ada yang dianggap kontroversi. Ketika semua orang mengucilkan inul dengan goyang ngebornyha Gus Mus malah membuat lukisan berjudul “Goyang Bersama Inul”. Ada sesuatu yang ingin disampaikan Gus Mus lewat karyanya itu. Di antara pameran-pameran yang sudah diikutinya adalah:

• Pameran tunggal 99 Lukisan Amplop Desember 1997 di Gedung Pameran Senirupa Depdikbud Jakarta
• Pameran bersama Amang Rahman (Alm) dan D. Zawawi Imron Juli 2000 di Surabaya
• Pameran Lukisan dan Pembacaan Puisi bersama Danarto, Amang Rahman (Alm), D. Zawawi Imron, Sapardi Djoko Damono, Acep Zamzam Noor.. November 2000 di Jakarta
• Pameran Kaos Kaligrafi, Mei 2001 di Surabaya
• Pameran Kaos Kaligrafi, Agustus 2001 di Jakarta
• Pameran Lukisan bersama kawan-kawan pelukis antara lain Joko Pekik, Danarto, Acep Zamzam Noor, D. Zawawi Imron, dll, Maret 2003
• Pameran Kaligrafi Bersama. Jogya Galery, 2007

Kyai ini memang komplit selait seorang budayawan, ulama, penulis, penyair, juga pengasuh pondok pesantren, juga aktif dalam berorganisasi. Bahkan sekarang ia menjabat sebagai wakil Rais ‘Aam PBNU.