Hampir setiap malam mimpi itu selalu datang mengganggu tidurku. Gadis misterius itu selalu datang menemuiku. Aku tidak tahu gadis yang selalu hadir dalam mimpiku itu ada atau tidak dalam dunia nyata. Atau mungkin hanya obsesiku saja yang selalu terbayang-bayang tokoh dalam buku “Rumah Kaca” yang kubaca beberapa bulan yang lalu. Siti Soendari, itulah tokoh itu. Seorang wanita yang tegar dan selalu berkarya untuk negeri tercinta dalam memperoleh kemerdekaan negeri ini. Tapi, sudah lama aku tidak membuka buku itu. Aku pun juga sudah tidak terhanyut lagi dalam kisah buku itu.
Namanya Erga, itulah pengakuanya saat ia selalu hadir dalam mimpiku. Aku tidak mau mengatakan kalau Erga itu ayu, tetapi hatiku selalu mengatakan kalau Erga itu ayu. Ah… apa-apaan ini, mulut dan hatiku kok tidak bisa berkompromi.
Di sisi lain aku juga tidak mau mengatakan kalau Erga itu baik. Tetapi setiap kali ia datang dalam mimpiku ia selalu menunjukan perhatianya padaku. Lagi-lagi hatiku bertolak belakang deengan mulutku.
Gadis itu berkulit sawo matang, berambut panjang dan lurus. Make-upnya biasa, wajahnya begitu polos. Tetapi ketika tersenyum ada lesung di pipinya. Saat tersenyum, itulah saat yang aku nantikan ketika bertemu dalam mimpi itu. Senyum yang berasal dari hati, dari tulusnya jiwa. Sehingga hanya senyum pulalah yang aku membalasnya. Aku bisa tersenyum dengan candanya dan tertuduk saat melihatnya.
Ah… pikiranku. Apa-apaan kau ini. Ia hanya dalam mimpi, tidak ada dalam dunia nyata. Jangan kau berharap lagi.
Kini aku tancapkan dalam pikiranku --- bahwa kalaupun ada dalam dunia nyata --- Erga itu jahat, ia hanya akan melukai hatimu, seperti gadis yang pernah kau kenal sebelumnya. Ia yang akan memporak-porandakan semua mimpi-mimpi dan harapanmu.
“Apakah kamu mau mimpi-mimpi dan harapan yang kau tata kembali akan hancur lagi” kata pikiranku. Tuhan… aku mohon jangan kau hadirkan lagi Erga dalam mimpiku. Tapi jika teringat senyumnya yang ada lesung di pipi dan bersumber dari hati, serta sifatnya yang kalem dan apa adanya membuat aku berkata “Tuhan sekali-kali datangkan ia dalam mimpiku lagi”.
Ah… sudahlah. Penaku, jangan kau melukis lagi --- dengan kata-kata dalam kertas putih yang kusimpan --- tentang Erga. Aku harus tancapkan yang sedalam-dalamnya di pikiranku bahwa Erga itu jahat, ia hanya akan melukai hatiku, dan memporak-porandakan semua mimpi dan harapan yang kini ku tata kembali. Dan masih banyak yang harus ditulis dan lebih penting daripada Erga. Ia itu iblis, aku harus melupakanya.
Blitar, 9 Oktober 2011