Sabtu, 31 Juli 2010

Aku Tertawa Melihat Fenomena Sosial

Dunia manusia adalah batin yang memiliki kemegahan
Karena itu duhai sahabat
Mungkinkah engkau menjadi bijak
Sementara yang relatif terus saja kau jadikan pujaan
(Jalaludin Rumi)


Sejarah terus saja bergulir dengan penuh kekerasan, kebencian, amarah, konflik dengan klaim kebenaran dari pelaku-pelakunya. Ketidakadilan juga masih banyak terjadi, Tapi anehnya tidak seorang pun yang tergugah hatinya untuk memperjuangkan keadilan itu. Yang ada hanya perjuangan demi uang. Ajaran tentang teologi yang menjadi hamba kepada tuhan dengan pembelaan terhadap kaum mustad’afin sekarang banyak disalah artikan. Banyak orang bicara perjuangan dan berjuang tetapi dengan ketulusan hati yang masih dipertanyakan, dan semata-mata hanya demi prestis dari orang lain.

Keadaan Masyarakat indonesia dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, serta keagamaan menjadi semrawut sehingga membutuhkan perjuangan yang sangat keras untuk merubahnya. Bangsa ini telah dipenuhi oleh orang-orang yang hanya mencari kepentingan. Dan yang lebih parah lagi adalah klaim kebenaran atas segala tindakanya tanpa melihat secara menyeluruh kondisi sepenuhnya. Salah satu penyebabnya adalah adanya persepsi-persepsi yang salah yang selalu menghinggapi manusia.

Apakah manusia masih merasa benar dengan tindakan-tindakan yang dilakukan? Tidakah ia menyadari sebenarnya kebenaran itu dalam perspektif manusia masih bersifat relatif? Ada yang menarik pada tingkah laku manusia, lihat saja setiap muncul aliran sesat, saat itu pula semua umat manusia selalu menyikapinya dengan penuh kekerasan dan yang lebih aneh lagi, semuanya tindakanya ini dihalalkan.

Reaksi-reaksi ini dapat dilihat dari beberapa peristiwa ketika Al-Qiyadah islamiyah muncul dengan syahadatnya yang berbeda dengan syahadat ajaran islam dan nabiya yang terakhir yaitu Ahmad Mushadeq. Dan dalam hukum fiqih ini pertanda bahwa aliran ini sudah sesat dan murtad dan konsekuensinya darah mereka adalah halal. Al-Qiyadah bukanlah satu-satunya aliran yang pernah menghebohkan bangsa ini, ada Ahmadiyah dengan nabinya Mirza Ghulam Ahmad dan Al-Qur’an yang berbeda, ada Lia Eden yang mengaku mendapat wahyu dari Jibril, dan ada lagi sholat memakai bahasa indonesia yang terjadi di Malang jawa Timur yang di pelopori oleh Yusman Roy, ada juga yang menamakan diri dengan Islam Sejati yang shalatnya menghadap empat penjuru arah mata angin. Dan masih banyak lagi.

Sebenarnya ajaran yang menghebohkan tidak hanya di Indonesia, Di Amerika juga ada yang pernah mengaku sebagai nabi agama islam yaitu Fard Muhamad, dan ada juga ajaran dari Amina Wadud yang menjadi khotib saat shalat jum’at dan sekaligus menyatakan bahwa perempuan boleh menjadi imam dalam shalat. Tetapi yang menjadi pertanyaan apa yang harus kita lakukan saat melihat yang demikian itu? Dan marah-marah bukanlah hal yang spesial dan harus dilakukan dalam menanggapi hal itu. Kewajiban kita sebagai orang muslim harus bisa menyadarkan saudara –saudara kita yang telah salah jalan

Kita masih saja sebagai muslim yang permisif terhadap perilaku yang korup pada diri kita. Yang meyakini ajaran yang benar dengan membaca syahadat yang benar, shalat yang benar, tetap saja dekat dengan kedzaliman. Pemimpin kita pun juga demikian, dengan memanfaatkan bahwa ia pernah menjadi orang terkemuka dalam hal agama dan ini dimanfaatkan untuk memilihnya menjadi seorang pemimpin, masih saja disarati praktek KKN.

Kiranya adanya aliran sesat itu datang agar kita memeriksa keislaman kita terhadap-Nya. Yang membuat “saya” tergelitik adalah orang yang meneriakan bahwa orang-orang sesat itu harus dibunuh tetapi keimanan mereka masih saja tidak berubah menjadi lebih baik sedikitpun, dan anehnya masjid tetap saja sepi? Adakah keimanan kita sudah kita wujudkan dengan beramal saleh dan keikhlasan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada hal lain yang membuat saya tergelitik juga pada saat zaman seperi ini. Yang pintar memintari yang lain (sing pinter minteri koncone), serta merasa paling benar sendiri. Mungkin ada hal yang dilupakan bahwa di atas langit masih ada langit. Yang bodoh makin dibodohi tapi yang dibodohi juga tidak mau berusaha bagaimana caranya agar tidak dibodohi dan tidak terjadi terus menerus.

Seharusnya selalu diingat, bahwa setiap kelebihan pasti ada kekurangan, semakin kelihatan kelebihan seseorang semakin kelihatan pula kekurangan seseorang itu. Biasanya sikap mau menang sendiri selalu menghinggapi dalam diri manusia. Dalam kaitanya dengan hal ini imam Syafi’I pernah berpesan “Apabila anda mempunyai kelebihan dan pengetahuan tentang sesuatu yang diperselisihkan orang sejak dahulu hingga sekarang,…,jangan berpandangan sempit serta merasa benar sendiri,…,Hindarilah sikap sok mau menang sendiri dengan sesumbar “Siapa yang ingin berdiskusi dan menantang aku pasti aku dapat mengalahkanya”.

Pesan imam Syafi’i yang ditulis dalam syairnya itu dapat dijadikan untuk refleksi dalam diri kita. Apakah kita masih melakukan hal tersebut. Dunia memang sudah terbalik dan menjadi kacau. Belum lagi kehidupan glamor telah menjadi budaya dan trend masa kini. Di sisi lain banyak orang-orang pinggiran yang kehidupanya serba kekurangan dan dalam taraf kemiskinan.

Di dalam hukum pun tak kalah menggelitiknya, seorang pencuri kambing sampai dihukum bertahun-tahun sebelum dihukum di pukuli warga dahulu, sedangkan yang korupsi bermilyaran rupiah hukumanya hampir sama dengan pencuri kambing, bahkan bisa lebih lama pencuri kambing. Sang koruptor pun masih enak karena biasanya dikenakan tahanan rumah dan mendapat perlakuan yang istimewa. Jika dilihat nilai yang di curinya jelas sangat berbeda jauh.

Selain sikap permisif seringkali manusia itu juga mempunyai sikap dimana Ignas kleden menyebutnya final logic, artinya bahwa manusia akan melakukan hal apapun untuk mencapai tujuanya tanpa memikirkan kerugian atau harga sosial yang ditanggung.

Masih adakah keadilan bagi setiap orang? Masih adakah orang-orang yang ikhlas? Kapankah bangsa ini akan jaya?

Jika melihat realitas yang ada seakan-akan hal ini tidak mungkin terjadi. Tetapi kita harus optimis bangsa ini akan mencapai kejayaan, penuh keadilan, dan dipenuhi orang-orang yang ikhlas. Dan juga tidak perlu messianis dengan menunggu datangnya seorang tokoh semar dalam kehidupan di negeri ini, seperi dalam lakon sebuah pewayangan. Jadikanlah diri kita sebagai semar itu. Semakin banyak semar semakin jaya negeri ini. Karena perubahan harus dimulai dari diri masing-masing. Oleh karena itu, berusaha untuk menuju perubahan harus tertanam dalam hati masing-masing setiap orang.

Tidak akan ada habisnya jika membicarakan fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat yang sudah menjadi patologi. Karena setiap berganti waktu berganti pula permasalahan-permasalahan yang timbul. Anggap saja ini adalah seni kehidupan yang bisa membuat tertawa. “ha…ha… ha… kapan semuanya akan sadar”. 