Sabtu, 07 Agustus 2010

Surat Untuk Indonesia

“Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari lingkungan. Apakah artinya bahasa puitis, bila terlepas dari kebenaran. Apakah artinya berfikir bila terputus dari masalah kehidupan”

Indonesia Raya
Indonesia sayang
Indonesia malang
Negeri tercinta

Ketika bibir yang terucap menyuarakan dengan lantang kebenaran dan sudah cukup lelah untuk bersuara lagi. Karena tidak pernah mendapatkan hasil yang memuaskan dari perubahan-perubahan yang diharapkan. Maka, kataku berbaur dengan tinta biru menggoreskan pena perjuangan. Tanganku meliuk-liuk bagaikan penari ballet yang lincah dengan gerakan-gerakan tubuh yang indah dan menawan di atas kertas putih. Kertas yang akan diwarnai dengan kejujuran perasaan jiwa yang tertulis dalam rangkaian kata untukmu Indonesia.

Aku terus memacu semangat untuk melawan keterpurukan. Aku coba jelajahi huruf demi huruf menjadi kata. Kata demi kata menjadi kalimat. Kalimat yang akan menjadi bait-bait tentang makna kondisi kehidupan pada dirimu (Indonesia) untuk menatap hari esok. Ku terus membuka mata suarakan hati. Lalu kunyalakan lentera dan memainkan imajinasi. Untuk menatap hari esok dengan penuh harapan, penuh kemenangan. Aku tahu, aku juga menyadari sepanjang nyanyian alam yang terhembus di bumi pertiwi ini. Alam menari dalam kegersangan, angin pun mengabarkan tetesan air matamu (Indonesia). Semua tertunduk merenung penuh nestapa. Maka kuputuskan menulis surat untukmu (Indonesia).

Walaupun hanya sepucuk surat tetapi bisa saling mengabarkan keadaan. Aku tidak malu dibilang ndeso atau lugu karena tidak bisa mengikuti mode trend sekarang. Memang sekarang jamanya sudah modern. Orang kalau kirim kabar keadaan hanya cukup lewat sebuah alat yang bernama Hand Phone. Dengan layanan pesan yang bernama sms. Aku tahu kepanjanganya, tapi kadang-kadang aku tertawa jika mengucapkan kepanjanganya karena lidahku kagok tuk mengucapkanya. Jika orang mengirimkan kabar lewat sms maka aku putuskan lewat surat karena aku rindu pada kertas putih, pada tulisan tanganku yang mulai kaku.

Indonesia Raya
Indonesia sayang
Indonesia malang
Negeri tercinta

Rasanya baru kemarin kemerdekaan di proklamasikan, ketika proklamasi didengungkan para tokoh bangsa. Tapi tak terasa ternyata mereka telah tiada. Aku rindu pada pemuda-pemuda zaman dulu yang selalu berjuang untuk dirimu. Untuk mereka yang selalu digulung oleh tirani. Aku rindu pada soekarno dengan teriakan-teriakan yang lantang di atas podiumnya. Aku rindu pada Hatta tentang konsepsi pendidikanya, Aku rindu pada Sjahrir tentang konsepsi kenegaraanya. Tapi kini semua itu hilang ditelan zaman. Seakan-akan semua ingin melupakan mereka. Akankah pada dirimu akan muncul Soekarno-Soekarno baru, Hatta-Hatta baru, atau Sjahrir baru?

Memang sekarang pada dirimu sudah ada yang dinamakan pemimpin. Sebenarnya mereka bukan pemimpin tetapi mereka adalah penguasa. Pemimpin tidak pernah rela rakyat bersedih. Pemimpin tidak pernah rela rakyat sengsara. Pemimpin tidak pernah rela rakyat menderita. Pemimpin tidak pernah rela rakyat bodoh. Pemimpin tidak pernah rela kalau kalau negerinya dikuasai orang lain. Tetapi apa yang telah dilakukan penguasa yang mengaku sebagai pemimpin. Demi harta, demi kekuasaan, demi jabatan, mereka selalu bertindak sesuka hatinya.

Sejarah yang tercipta pada dirimu (Indonesia) penuh kebohongan, karena semuanya terdapat unsur-unsur politik pencitraan bukanlah kebenaran yang diungkapkan. Yang kabur dinyatakan, yang nyata dikaburkan. Yang menjadi pertanyaan dalam hati kapankan semua itu akan terungkap. Jika panji-panji tegak berdiri mengundurkan semangat nurani. Untuk meluluhkan ideologi yang tengah terpatri. Untaian kasih sayang hanya dalam senyuman.

Pemimpin yang ada di dalam dirimu (Indonesia) seiring dengan rotasi bumi silih berganti, bukan dari tujuan dan ke tujuan tetapi, dari keadaan ke keadaan yang tanpa perubahan. Politik kini disalah artikan. Bukan lagi untuk memperoleh kebahagiaan tetapi cara untuk memperoleh giliran berkuasa. Untuk meningkatkan taraf kehidupan. Dari naik becak naik ke taksi. Terus ke sedan pribadi lalu ke mobil sport dan dilanjutkan ke helipkoter. Dan ketika ada sekelompok pemuda yang banyak bacot akan disingkirkan karena dianggap membuat kerusuhan.

Indonesia Raya
Indonesia sayang
Indonesia malang
Negeri tercinta

Dalam hati aku sempat berfikir. Aku merenungi diriku sendiri dan pemuda-pemuda sebagai generasi yang ada di dirimu (Indonesia). Generasi yang akan terus mengisi dan melanjutkan estafet kepemimpinan. Tetapi ada kontradiksi dalam hati. Seringkali kutemukan sesuatu yang bertolak belakang dengan impian-impian bersama, impian setiap bangsa yaitu generasi yang sehat. Dan yang membuat aku berfikir sangsi akan masa depanmu.

Pernah kutemukan sajak anak mudanya W.S. Rendra. Aku memahami keresahanya tentang masa depanmu (Indonesia). Karena generasi mudamu generasi yang gagap. Generasi muda yang kurang pendidikan resmi dalam hal keadilan karena tidak diajarkan ilmu politik dan dasar hukum. Generasi muda yang kabur ketika melihat pribadi orang karena tidak pernah di ajarkan ilmu kebatinan atau ilmu jiwa. Generasi muda yang tidak bisa berfikir lurus karena tidak pernah diajar filsafat dan logika. Tetapi generasi muda yang hanya dipersiapkan sebagai alat saja. Dasar pendidikanya saja kepatuhan bukan pertukaran pikiran. Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan bukan ilmu latihan menguraikan. Pendidikan yang selalu berkiblat pada barat yang dipersiapkan untuk alat produksi. Yang dianggap pintar hanya diukur dengan selembar kertas yang bertuliskan ijazah. Tetapi tidak pernah diuji keilmuanya. Ketika ditanya keadilan dan problem-problem yang ada pada dirimu (Indonesia) bengong saja. Ketika ada tirani merajalela mereka hanya diam saja. Pemudamu yang gagap hanya bisa membeli dan memakai tanpa bisa mencipta. Kesadaran mereka adalah kesadaran palsu. Pikiran mereka sudah dihegemoni. Pemudamu yang punya pencerahan kini telah diadakan pembatasan karena dianggap berbahaya.

Indonesia Raya
Indonesia sayang
Indonesia malang
Negeri tercinta

Sadarkah dirimu (Indonesia), yang dilakukan orang-orang asing itu? Mereka mengajarkan dosa yang tidak boleh dilanggar yaitu HAM. Tetapi mereka melupakan apa yang mereka ajarkan. Mereka juga mengajari gaya hidup tetapi yang diajarkan bukanlah kebutuhan tetapi keinginan yang disulap seakan-akan menjadi kebutuhan. Yang barang-barangnya bukan berasal dari lingkungan. Kebutuhan (Baca: keinginan) yang barang-barangnya dihasilkan majikan dan juga yang menguasai adalah para majikan pula. Alat-alat rias, mesin pendingin, vitamin, sintesis, tonikum. Sehingga pendidikan jadi membuatku terikat pada pasar mereka, pada modal mereka.

Indonesia Raya
Indonesia sayang
Indonesia malang
Negeri tercinta

Sadarkah dirimu, IMF, World Bank, dan juga para pemodal lainya. Selalu tertarik untuk membantu negara miskin dan berkembang. Untuk membuat proyek dengan menginvestasikan modalnya dengan alasan menambah lapangan pekerjaan. Tetapi hampir semua barang-barangnya impor. Jika sudah sukses maka kamu (Indonesia) akan dianggap (negara) maju. Dan kemajuan itu adalah kemajuan budak atau kemajuan penyalur juga pemakai. Hidup jadi dikuasai oleh manusia yang terlembagakan. Mereka bukan tuhan yang bisa menentukan hidup, tetapi mereka sekarang mengatur kita.

Indonesia Raya
Indonesia sayang
Indonesia malang
Negeri tercinta

Nyanyian anak negeri yang tercipta pastilah bukan berawal dari kebahagiaan sebuah kemenangan tetapi dari lembaran-lembaran lesu yang bernoda hitam. Keindahanmu (Indonesia) mulai hilang karena hadirnya sampah-sampah yang menempel pada dirimu (Indonesia). Sampah-sampah itu bukanya tidak dibersihkan tetapi enggan dibersihkan. Mulai dari tikus-tikus negara sampai mafia narkoba.

Harga dirimu (Indonesia) kian lama kian menghilang karena banyaknya penguasa yang membungkam. Uang kini sebagai tuhan . Kemunafikan sebagai pakaian. Dan sekarang sebenarnya bangsamu cuma kehilangan rasa malu dan rasa lemanusiaan.

Indonesia Raya
Indonesia sayang
Indonesia malang
Negeri tercinta

Ketika orang-orang di dalam dirimu (Indonesia) mendewakan harta. Yang dikejar hanya kemewahan tetapi, mereka menghilangkan kesejahteraan. Bahkan, kemewahan itu tak berarti juga kemakmuran.

Ketika dalam kota-kota metropolis yang menjadi kota impian seluruh bangsamu (Indonesia). Ada sesuatu yang membayangi pikiranku. Saat kulihat gubuk-gubuk karton di pinggir jalanan aku terkenang wajahmu (Indonesia). Masih banyak bangsamu di atas debu kemiskinan. Aku terdiam menghadapmu (Indonesia). Usaplah wajahku. Mimpiku sebagai pemuda gugur di atas padang pengangguran.

Dirimu kini sebagai negeri komentar. Karena bangsamu (Indonesia) hanya bisa komentar saja tapi tidak bertindak. Anak kecilpun bisa jika hanya komentar. Tanpa mengetahui yang sebenarnya atau hanya tahu sedikit saja berlagak sok paling segalanya. Yang lebih menyakitkan adalah idealisme hanya jadi kesombongan.

Indonesia Raya
Indonesia sayang
Indonesia malang
Negeri tercinta

Dalam bait surat terakhirku aku punya sebuah harapan yang semoga dirimu (Indonesia) akan berubah menjadi harapanku yaitu bangsamu (Indonesia) menjadi bangsa yang berbudaya, menggunakan logika, dan mempunyai peradaban.