Jumat, 23 September 2011

Huruf-Huruf Cinta

Dunia itu bulat, itu kata para ilmuan yang telah meneliti dunia ini selama berabad-abad. Dunia ini berputar baik itu berevolusi maupun berotasi. Dan itu menunjukan bahwa dunia itu dinamis. Inilah kata ilmuan dimanapun.

Di bumi ada kehidupan. Kehidupan di bumi banyak macamnya makhluk yang hidup di dalamnya termasuk manusia itu sendiri. Kehidupan manusia itu juga bermacam-macam karena bermacam-macam pula tingkah polah manusia. Tak ubahnya dengan tiga sahabat sejati ini. Nama mereka adalah Jiwa, Raga, dan Pikiran. Ketiga sahabat ini seringkali kalut dalam dinamika hiruk pikuk manusia. Kadang mereka merasakan ada dua tarik ulur antara bumi dan langit. Mereka merasakan seakan-akan bumi mencekam dan menarik ke dalam perutnya, tetapi di sisi lain langit langit menariknya ke atas. Dalam dialog diripun juga tak menuai hasil antara ajakan bumi dan langit ini.

Kadang dalam keadaan seperti inilah yang membuat ketiga sahabat sejati ini kalut, bingung, stres. Bahkan, keadaan seperti ini pula yang membuat mereka merasa hancur berkeping-keping, terkoyak-koyak bagaikan serpihan-serpihan debu yang berserakan.

“Ah… manusia ada-ada saja tingkah polahnya” bisikku dalam hati. Memang kalau berbicara manusia tidak aka nada habisnya selalu diliputi dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam hidup. Ketika terjadi seperti inilah maka ketiga sahabat sejati ini, Jiwa, Raga, dan Pikiran akan terpental dalam pengasingan.

*****

Jiwa kini berada dalam ruang kosong. Ruang kosong yang sangat panas yaitu gurun pasir yang sangat tandus, tanpa angin yang semilir, dan sangat panas. Kalaupun dating angin pastilah badai gurun. Dan hal inilah yang membuat Jiwa semakin tidak karuan. Mau bersembunyi tapi entah tak tahu harus bersembunyi dimana.

“Apalagi yang harus kulakukan” gumam jiwa dalam keterasingan itu.

Kini ia yang sendirian terus berjalan tanpa arah dan tujuan serta ketidak pastian kemana lagi melangkah. Ia hanya berjalan setapak demi setapak. Walaupun kaki berdarah-darah tapi tak ia hiraukan yang terpenting bagi ia adalah tidak terasing dalam kesendirian dan bisa bertemu dengan sahabat sejatinya.

Ketika sudah bertemu dan menyatu dalam sahabat sejati pastilah akan menemukan ketenangan. Ketenangan itu bersumber dari cinta. Cinta yang tulus dan tanpa minta balasan.

Walaupun dalam keraguan ia terus melangkahkan kakinya. Dengan kepanasan dan kelelahan ia sering berjalan sambil menyeret kakinya. Di bawah terik matahari di tengah gurun pasir yang gersang tanpa harapan dan ketidakpastian sebenarnya seringkali ia masih berharap akan datangnya keajaiban.

Dalam setiap hari ia lalu penuh kesesakan. Tiba-tiba ada semilir angin sepoi-sepoi menerpanya dan membelainya. Kini pun ia berhenti dari jalanya. Dan perhatikan dengan seksama. Dan ternyata perjalananya hanya berputar-putar dalam tempat yang sama. Ia amati lagi sekitarnya dengan lebih teliti dan dengan kepala dingin. Ternyata dalam terik matahari yang panas masih ada cahaya yang lebih terang dari matahari. Ia pun menghampiri cahaya itu. Ia semakin dekat dan semakin dekat.

“Ternyata cahaya itu memang sangat indah” gumamnya. Ia pun mengambil cahaya itu dan cahaya itu ternyata adalah sebuah huruf. Dan huruf itu adalah huruf alif. Ia bawa huruf alif kemana kaki membawanya.

*****

Raga kini terasing dalam hutan belantara. Dalam hutan itu di ditumbuhi semak-semak. Semak yang penuh duri, ketika berjalan duri di semak-semak itu akan menusuk-nusuknya. Ia pun seringkali menjerit karena sakitnya tertusuk duri itu. Karena jeritanya keras suaranya seringkali menggema di seluruh hutan belantara itu.

Dan kadang teriakanya itu malah membangunkan harimau dan singa yang sedang tidur. Balasan raungan singa dan harimau yang meraung membuat ia semakin kecil dan kecut. Suara singa dan harimau seakan-akan sudah berada di depannya dan siap menerkamnya. Tubuhnya serasa tercabik-cabik.

Kini --- tanpa mempedulikan duri-duri itu --- ia terus berlari. Rasa sakit itu… sakit itu… sakit itu… walau terasa perih dan sangat menyiksa ia terus berlari… berlari… berlari… tanpa henti. Ia terus berlari sampai kelelahan. Dan kejenuhan dan rasa sakit itu terasa sangat menyakitkan.
Dalam larinya yang semakin pelan itu tiba-tiba ia tersadar bahwa selama berlari ia hanya mengintari di tempat itu-itu saja. Kini ia memperhatikan lebih seksama yang ada di sekitarnya. Ternyata ada cahaya yang terang dalam hutan belantara itu. Cahaya yang mebuat teduh. Ia pun mendekat dan terus mendekat sampai ia bias meraih cahaya itu dan bermaksud membawanya pergi. Ternyata dalam cahaya itu terdapat huruf yang yang kembar. Berarti ada dua huruf dan huruf itu adalah huruf lam. Dua huruf lam itu ia bawa lari dalam semak hutan belantara itu.

*****

Pikiran kini terasing dalam kegelapan. Ia tidak bisa melihat apa-apa. Ia hanya mencoba berjalan lurus dan tak tahu arah ke mana kaki melangkah. Ia pun juga tidak mengetahui ia sampai dimana. Dalam keterasingan itu ia tak tahu lagi kemana harus berjalan dan kemana lagi ia menuju.

Yang dilakukan hanya berjalan dan ketika kelelahan berhenti sejenak dan berjalan lagi. Kegelapan menyebabkan ia tak tahu apa-apa. Dan yang dilakukan hanya itu dan itu saja.

Tiba-tiba dalam benaknya berkeinginan membuat inovasi karena yang dilakukan dalam kegelapan hanya berjalan. Ia menemukan inovasi itu adalah berlari. Ia langsung berlaru terus dengan harapan akan keluar dari kegelapan itu.

Setelah berlari sampai lelah, apa yang diharapkan tak juga tampak. Dan ia menyadari dalam keheningan bahwa yang ia rasa jalan lurus dan larinya itu hanya berputar-putar dalm tempat yang sama.

Kini ia terdiam dan mencoba mengamati apa yang ada disekitarnya lebih teliti. Ia tersentak kaget, ia melihat setitik cahaya yang memancar. Ia berjalan menuju cahaya itu. Setelah sekian lama terasing baru ia menyadari bahwa perjalanan yang terarah ketika menuju cahaya itu.

Cahaya itu rupanya terpendam dalam tanah. Ia menggalinya dan semakin terang cahaya itu. Dan ketika ia mengambil cahaya itu ternya huruf ha’. Kini dengan huruf ha’ itu ia terus berlari kemana kaki melangkah membawanya.

*****

Tanpa terasa tiga sahabat sejati walau di tempat pengasingan yang berbeda dan menemukan huruf-huruf itu kemudian berlari membawanya kemana kaki melangkah mereka bertemu dalam satu tempat. Tempat mereka bertemu seperti tidak asing. Mereka semua sejenak merenung tempat yang dirasa itu. Tiba-tiba mereka ingat bersamaan bahwa tempat mereka bertemu itu bernama hati.

Mereka bercakap-cakap dalam keterasingan dan saling bercerita satu sama lain. Dan akhirnya mereka menceritakan mereka bisa keluar dari keterasingan berkat adanya cahaya yang menuntun mereka. Dan cahaya itu adalah huruf-huruf.

Mereka kini menuju sebuah bangunan yang terdapat ruangan yang teduh dan bangunan yang terdapat ruangan teduh itu bernama mata hati. Mereka keluarkan huruf-huruf itu. Ketika semua terkumpul huruf-huruf itu adalah alif, lam, lam, dan ha’. Kini huruf itu dirangkai menjadi satu dan menjadi lafadz Allah. Tiba-tiba semua keterasingan hilang dan sirna. Lafad itu memancarkan cahaya yang sangat terang tapi tidak menyilaukan nahkan cahaya terang itu malah membuat teduh. Langsung semua mengucap istighfar bersama-sama. Dan kini baru mereka menyadari bahwa huruf itu adalah huruf-huruf cinta. Lafad itu adalah yang maha segala-galanya. Dan dialah yang benar-benar mempunyai cinta sejati dan tulus.

Blitar, 23 November 2011