Sabtu, 01 Oktober 2011

...................................... (Belum Menemukan Judul Yang Menarik)


Berawal dari sebuah iseng ku coba menulis apa yang bisa kutulis. Setiap huruf kuselami menjadi sebuah kata dan huruf yang mempunyai arti dan maksud apa yang ada di hati. Setelah selesei kuketik dan saya posting di Blogku dan saya masukan dalam catatan di Facebook. Beberapa teman saya tandai. Dan ternyata banyak yang suka. Akupun tidak tahu apa yang disuka tulisan yang berawal dari keisengan itu.

Keesokan harinya ketika ayam berkokok --- yang menandakan sudah pagi --- telah membangunkanku. Entah mengapa aku kepingin membuka facebook. Setelah kubuka ternyata di pemberitahuan ada sebuah kiriman di dinding saya. Dan ketika kubuka teernyata sebuah pertanyaan. Tulisan pertanyaan itu kurang lebih begini “Mas saya mau tanya, mengapa ta mas harus menulis? Dimana mas menulis? Untuk siapa mas menulis? Dan apa yang ditulis mas Asrofi”. Pertanyaan itu belum sempat ku jawab karena memang perlu penjelasan yang panjang akhirnya kutulis saja apa yang bisa aku tulis.

*****

Pertanyaan pertama adalah mengapa mas harus menulis? Aku sendiri mungkin juga bingung harus aku jawab apa. Tapi --- maaf --- mungkin saya akan bercerita dulu. Aku pernah membaca beberapa buku dan aku juga menemukan kalimat yang sangat menarik menurutku, yaitu “Scripta manent vorba Volant” tulisan dalam bahasa perancis ini begitu mencolok. Kucari maksud dari tulisan ini dan akhirnya ketemu juga yaitu “Yang tertulis akan mengabadi dan yang tersuara akan berlalu bersama angin”. Setelah kupikir-pikir ternyata ada benarnya juga. Teringat juga dalam sebuah buku pesan dari Imam Ghazali juga tertulis bahwa “Sepudar-pudarnya tulisan masih lebih baik daripada pikiran yang pintar namun tak terlestarikan”.

Otakku langsung kemana-mana --- dalam kesendirian --- aku langsung teringat dengan sejarah beberapa tokoh besar. Dalam gerakan mahasiswa aku jadi teringat dengan Soe Hok Gie. Kata orang-orang Soe Hok Gie seorang pemuda yang hebat yang revolusioner pada era tahun 60-an. Aku hanya tahu dari cerita-cerita orang. Aku sendiri tidak tahu seberapa hebat Soe Hok Gie sehingga seringkali dielu-elukan orang. Tetapi ternyata kini aku tahu bahwa Soe Hok Gie benar-benar orang hebat. Seorang aktivis mahasiswa yang meninggal di usia yang sangat masih muda ini, ternyata meninggalkan warisan kepada semua orang dalam bentuk tulisan. Di antaranya adalah “Catatan seorang demonstran”, “Lentera Merah”, dan “Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan”. Akhirnya ku tahu ternyata tulisan-tulisan karya Soe Hok Gie ini menjadi rujukan pemikiran banyak orang. Dan ketika aku sedikit menbaca tulisan-tulisan itu aku pun juga berpendapat bahwa Soe Hok Gie memanglah orang yang hebat.

Selain soe Hok Gie teringat juga olehku seorang tokoh yang sangat terkenal yaitu Imam Ghazali. Seorang ulama yang hidup pada zaman dahulu ketika pada masa Daulah Bani Abbasiyah. Tepatnya pada saat harun Ar-Rasyid. Darimana semua orang tahu kalau Al-Ghazali seorang ulama yang terkenal --- firasatku mengatakan --- Al-Ghazali memang hidup pada masa lampau dan tentunya beliau bisa dikenang sampai sekarang memang ada bukti otentik tentang kehebatan beliau yaitu karya-karyanya dalam bentuk tulisan. Beberapa tulisan beliau adalah Al-Munqidh min adh-Dhalal, Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah, dan yang paling terkenal yaitu Ihya’ Ulumuddin, dan masih banyak karya yang lain. Selain tokoh itu masih banyak orang yang dikenang karena karyanya dalam tulisan.

Sebenarnya, karena tahu semua itulah semangatku untuk menulis semakin bangkit, walaupun sebenarnya aku juga tidak punya cita-cita untuk menjadi penulis (baca: para tokoh) itu. Tapi keinginan untuk menulis dalam setiap saat selalu berada di hati. Suer… dalam hatiku tak ada pretensi sedikitpun untuk menjadi seperti para penulis terkenal walaupun saya kagum dengan beberapa penulis terkenal seperti Pramoedya Ananta Toer dalam tetralogi pulau buru, KH. A. Mustofa Bisri dalam Gus Jakfar, D. Zawawi Imron dalam Celurit Emas, KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab-kitab karyanya dalam bahasa arab, dan beberapa penulis lainya.

*****

Pertanyaan selanjutnya adalah dimana mas menulis? Lagi-lagi aku harus dihadapkan pada pertanyaan yang aku sendiri bingung untuk menjawabnya. Akupun langsung mengingat-ingat memori masa lalu yang masih tersimpan di otakku. Kuingat kembali. Tapi akupun juga tidak ingat tempat yang pasti dimana aku menulis.

Seingatku tempat yang biasa aku menulis dimanapun tempat itu memungkinkan untuk menulis, akupun menulis. Sejak saya mengenal sekolahan yang selalu membawa tas dan buku, entah mengapa akupun sampai lulus sekolah masih saja suka membawa tas kemana-mana (kecuali kalau ada memang tidak memungkinkan untuk membawa tas). Walau dalam tas itu tidak selalu ada buku yang bisa dibaca tetapi buku tulis dan bolpoin tidak pernah lupa. Seringkali dalam perjalanan ketika melihat sesuatu dan menarik untuk menjadikan inspirasi untuk ditulis, aku berhenti mencatatnya. Dan ketika ada kesempatan untuk menulis, akupun segera menulisnya.

*****

Langsung menuju ke pertanyaan selanjutnya yaitu, untuk siapa mas menulis? Kalau pertanyaan yang ini baru saya bisa menjawabnya dengan PD (percaya diri). Aku menulis hanya untuk diriku sendiri. Aku juga tidak takut kalau aku dikatakan egois. Tapi hanya ratu hal yang menjadi keinginanku, semua sahabat-sahabatku bisa mengenangku sampai kapanpun.

Mungkin hari ini aku masih bisa tertawa bersama sahabat-sahabatku, tapi mungkin bisa jadi Malaikat Izroil setelah itu akan menjemputku. Karena kematian itu bisa datang sewaktu-waktu tanpa kita rencanakan. Kalaupun mereka punya gambarku mungkin hanya seraut wajah ini yang bisa terkenang ataupun mungkin hanya kenangan saat bersama dalam memori di otak. Tetapi aku punya harapan lebih dari itu. Sahabat-sahabatku tidak hanya ingat seraut wajahku dan kenangan masa itu tetapi juga pemikiran serta dialektika dalam pikiran serta suka dukaku dalam menjalani kehidupan yang semakin absurd ini. Huft…

*****

Untuk pertanyaan yang terakhir adalah apa yang di tulis Mas Asrofi? Untuk pertanyaan ini aku juga senang hati untuk bercerita dan berbagi sebenarnya apa yang saya tulis. Yang saya tulis itu semuanya. Mulai dari kegelisahan hati, pikiran, dan jiwa. Setiap aku melihat sesuatu dan itu menarik untuk ditulis maka akan saya tulis. Setiap pikiran lagi tidak karuan --- sesekali dengan sepuntung rokok --- aku ambil buku dan bolpoin aku menulis segala sesuatu yang menjadi keriuhan dalam diri. Atau bisa dikatakan bentuk dari pelarian untuk menghadapi semua kenyataan.

Setiap aku berkontempalasi hasil setiap kontemplasi juga aku tulis. Bentuk tulisan yang aku tulis itupun juga bermacam-macam kadang cerpen, kadang esai (seperti tulisan ini), kadang puisi, dan apa saja yang aku ingin menulisnya.

Walaupun sedikit aku mengerti tentang teori dan aturan dari beberapa jenis tulisan, tapi seringkali aku mengindahkanya. Akupun juga tidak takut kalau aku dianggap atau hasil tulisanku tidak masuk dalam tulisan bagus atau masuk jenis tulisan tertentu. Karena menurutku teori-teori dan aturan-aturan menulis itu malah membuat kebebasanku terkekang. ‘Kalau teori dan aturan itu malah merampas kebebasanku, buat apa aku harus mengikutinya’ atau bisa dikatakan aku lebih memilih kebebasanku daripada mengikuti teori itu. Bukankah itu yang biasanya dilakukan oleh penguasa untuk membungkam bagi warganya yang suka berteriak-teriak dengan membuat aturan-aturan tertentu (kagaknyambung.com)

Blitar, 29 september 2011