Kehidupan
Pagi itu --- ketika aku bangun tidur --- aku langsung shalat. Setelah shalat sperti biasanya, aku ingin sekali mengambil HP untuk membuka facebook. Ketika kulihat HPku ternyata ada pesan masuk. Setelah kulihat ternyata pesn itu dari temanku SMA dulu, namanya TWP. “Eh As… tiba-tiba setelah shubuh tadi aku pengen baca tulisanmu tentang arti kehidupan. Kehidupan yang tak pernah sejalan dengan yang kita inginkan, kehidupan yang kadang terlalu jahat dengan kita, kehidupan yang menentang habis setiap rangkaian mimpi-mimpi yang harus terwujud dalam kehidupan kita, dan kehidupan yang banyak dikatakan orang begitu kejam. Tetapi, ada makna di balik semua itu. Karena Tuhan memberi apa yang kita butuhkan tetapi bukan apa yang kita inginkan. Ok, itu request dari As… tak tunggu realisasinya. Hehehe… thank’s”
Setelah kubaca berulang kali sms itu --- jujur saja --- aku bingung dengan apa yang harus tulis dan aku katakan. Karena semua yang tertulis dalam sms itu sudah menjawab permasalahan-permasalaha tentang hidup itu sendiri.
Yang pertama adalah kehidupan yang tak pernah sejalan dengan apa yang kita inginkan. Akupun pernah merasakan hal itu, bahkan bias dikatakan terlalu sering. Kedua, kehidupan yang terlalu jahat dengan kita. Memang benar akupun juga pernah merasakan bahwa kehidupan terlalu jahat denganku. Ketiga, kehidupan yang menentang habis mimpi-mimpi yang sudah terangkai indah. Dan inipun aku juga merasakan. Dan yang terakhir adalah kehidupan yang dikatakan banyak orang terlalu kejam. Bukan hanya dikatakan orang, akupun merasakan kadang kehidupan ini juga kejam.
Seringkali aku merasakan hal-hal seperti itu. Persis apa yang telah dismskan itu. Dan itu merupakan sindiran untukku. Ketika aku merasakan semua itu, kadang aku mengeluh, kadang jga merasakan minder, kadang akupun juga merasakan bahwa hidup itu tidak indah.
Tetapi ternyata itu malah sebaliknya, bahwa Tuhan punya kehendak lain --- itu semua adalah bukti cintaNya padaku --- Tuhan tidak akan memberi apa yang kita inginkan tetapi Tuhan member apa yang kita butuhkan. Aku kini semakin tersadar atas anggapanku yang salah itu. Terima kasih kawan atas smsmu itu.
Jadi teringat sebuah kata-kata yang pernah diucapkan oleh KH. A. Mustofa Bisri. Walaupun hanya beberapa kalimat tetapi sangat luar biasa untuk direnungi. “Ya Tuhan, aku tidak meminta ringannya beban, pundak dan kakiku saja kuatkan”. Ah… kata-kata ini juga seringkali membayangi pikiran ini dan menjadi pemicu semangatku untuk menjalani hidup.
Hidup memang seringkali kuanggap absurd. Seringkali kejadian-kejadian yang menimpaku membuat aku marah, kesal, bahkan seringkali lari dari kenyataan. Tapi, apa gunanya. Toh semua itu tidak akan merubah keadaan kecuali ada usaha dariku sendiri. Kini aku mencoba merenungi apa sebenarnya arti hidup ini. Aku mencoba membebaskan pikiran-pikiran yang ada. Kuharap pikiranku kosong dan beerharap akan menemukan jawaban itu dari pikiran yang benar-benar kosong. Tetapi lagi-lagi itu tak kasa kulakukan, karena pengalaman-pengalaman yang kualami dan membentuk diriku seperti ini telah mengintervensi pikiranku.
Jadi teringat juga dengan apa yang pernah dikatakan Mas RHS (RHS bukan rahasia maksudnya tetapi inisial nama orang), bahwa aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), psikomotorik (ketrampilan) ini semua akan menginternalisasi nilai dalam diri. Mungkin bisa digaris bawahi dan mendapat kajian lebih lanjut adalah kata ‘menginternalisasi nilai?’ (yang tidak paham cari di kamus ya… aku sendiri bingung untuk menjelaskanya. Pokok’e ngono kae lo! hehehe) dan ketiganya itu sangat dipengaruhi oleh sejarah, pendidikan, dan lingkungan.
Setiap orang pastinya sejarah yang tidak sama, pendidikan yang tidak sama, dan lingkungan yang tidak sama pula. Dan ketiganya ini dalam menginternalisasi nilai diri manusia akanberbeda-beda. Mau bukti? Silahkan dibuktikan. Sesekali cobalah bertanya dengan pertanyaan yang sama kepada orang yang berbeda. Pertanyaan itu adalah apa arti kehidupan? Pertanyaan pertama ditujukan kepada pak kyai, kedua kepada anak-anak jalanan, dan atau yang ketika kepada seorang pegusaha. Natinya pasti akan menemukan jawaban yang berbeda-beda. Atau mungkin tidak harus kepada pak kyai, anak jalanan, atau juga pengusaha. Tetapi kepada siapa saja, pastilah akan menemukan jawaban yang berbeda pula.
Kalaupun yang ditanya adalah aku, pasti juga akan kujawab sesuai dengan apa yang kuketahui dari sejarahku (baca pengalaman), pendidikanku (baca: pengetahuanku), dan lingkungan yang membentuku dalam berinteraksi setiap hari.
Beberapa minggu yang lalu aku pernah menulis dalam status facebookku bahwa hidup itu itu hanya sekali dan hanya ada dua pilihan. Jadi orang baik atau jadi orang jahat. Dan semuanya memiliki konsekuensi masing-masing.
Pernah juga suatu saat aku merenung tentang berbagi kebaikan. Dalam dialog diri itu berisi begini:
Dalam kesendirian hatiku mengerutu "Asrofi.. Kenapa kamu mau berbagi kebaikan kepada semua orang, bukankah mereka semua hanya memikirkan diri sendiri, tanpa mempedulikan sesamanya"
Dan hatiku pun bebisik "karena aku yakin kalau berbagi kebaikan itu indah"
Hati kecilku tiba-tiba menyahut "Mengapa berbagi kebaikan itu indah"
Hatiku menjawab lagi dengan sendirinya "Karena peradaban akan tersenyum kalau semua orang bisa berbagi kebaikan"
(Bisa dilihat dalam rumahku dalam dumay dengan alamat www.santridesa.co.cc di rubrik catatan)
Jawabku arti kehidupan itu hidup harus bias bermanfaat bagi orang lain. Itu saja tidak usah pusing-pusing ambil teori ini, teori itu, yang malah bikin pusing kepala…
Blitar, 3 Oktober 2011