Nyanyian “Sumbang” Anak Negeri
Ada sebuah ungkapan yang unik dan menarik, kalau tidak salah begini “Hidup tanpa musik gak asyik”. Setelah aku merasakan hidup ada benarnya juga istilah ini. Setiap kali perasaan kalut, senang, atau apapun itu pasti ingin rasanya selalu mendengarkan musik. Apalagi kalau syair musiknya mirip-mirip dengan perasaan hati, dengerin lagunya pasti itu-itu saja tidak ingin mendengarkan lagu yang lain. Hehehe...
Itu sekelumit tentang musik menurutku. Bagi yang sudah membaca judul di atas pasti sedikit atau banyak akan berkata dalam hatinya, “Kok kata sumbang ada tanda periknya”. Jika melihat tidak usah marah-marah, ngotot mau menyalahkan karena tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia atau menyinggung perasaan. Saya jelaskan dulu maksud saya dulu.
Bukan maksud hati untuk menyaingi tulisan ilmiah yang dalam sub bab ada penegasan istilahnya. Saya tegaskan ini bukan tulisan ilmiah tapi dalam uraianya saya sisipi sedikit penegasan istilah “sumbang” tentunya boleh dong? Siapa yang mau melarang.
Sumbang yang dimaksud di sini nada sumbang yang diartikan secara harfiah. Bukan sumbang-sumbang yang lain, tidak juga di beri imbuhan atau yang lainya. Eits... jangan disalahartikan kalau sumbang di sini saya akan memberikan sesuatu kepada orang banyak seperti sembako, uang, atau bisa juga yang lainya. Eh.. tapi setelah tak pikir-pikir saya bisa juga memberikan sesuatu setidaknya sedikit refleksi tulisan ini kepada semuanya yang berkenan membaca. Hehehe bercanda kawan, nanti malah bingung, ndak usah repot-repot mengartikan sumbang, diartikan sebagai nada sumbang secara harfiah aja seperti yang saya katakan tadi.
Lalu kaitanya dengan musik dan sumbang terus anak negeri??????
Kalau baca pertanyaan itu jangan tertawa sendiri menganggap aku sudah gila. (Mengapa demikian?) Karena ini saya bertanya sendiri kemudian saya jawab sendiri. Saya sendiri juga merasa aneh sebenarnya menulis ini dengan ada pertanyaan dan jawaban dari diriku sendiri. Tapi gak apa-apa, namanya juga refleksi. Karena sesungguhnya refleksi itu bisa dimulai dari pertanyaan-pertanyaan dari diri untuk diri.
Tentunya kita pernah mendengar lagu-lagu nasional seperti Garuda Pancasila, Indonesia Pusaka, Padamu Negeri, Dari Sabang Sampai Merauke, Bendera Merah Putih, dan masih banyak lagi. Tentunya lagu itu diciptakan bukan semata-mata untuk kesenangan saja tetapi bagaimana untuk mengobarkan semangat nasionalisme dan sebuah tatanan cita-cita negeri ini ke depan.
Lagu-lagu ini bahkan menjadi lagu dalam upacara-upacara kenegaraan. Sebagai komitmen para birokrat untuk menuju cita-cita yang terkandung dalam syair lagu itu tentunya. Tetapi sayangnya kini lagu-lagu itu menjadi sumbang. Bagaimana tidak sumbang coba? Lirik-lirik lagu itu kini sudah banyak yang berubah dan yang paling memilukan perubahan yang sumbang itulah yang sesuai dengan kondisi masyarakat yang sesungguhnya.
Kok bisa begitu apa dasarnya?
Bertanya sendiri lagi dijawab sendiri pula, hehehe. Tentunya lagu-lagu itu yang membuat adalah rakyat dan merubah itu juga rakyat karena kelakuan para birokrat. Banyak kok buktinya nyanyian sumbang anak negeri ini.
Mana buktinya?
Bener-bener gila ya... maaf deh kalau yang baca punya jawaban sendiri aku perkenankan kok tidak harus mengamini jawaban saya karena ini bukan matematika. Saya juga tidak mengkalim jawaban saya yang paling benar walaupun sekarang musimnya merasa paling benar sendiri.
Bukti tentang ini sudah banyak, mungkin kita pernah mendengar lagu dengan judul “Maju Tak Gentar”. Seingatku liriknya begini:
Maju tak gentar, membela yang benar
Maju tak gentar, hak kita diserang
Maju serentak, mengusir penyerang
Maju serentak, tentu kita menang
Bergerak bergerak, serentak serentak
Menerkam menerjang terjang, tak gentar tak gentar
Menyerang menyerang, majulah majulah menang
Kini lirik dari lagu ini sudah berubah kira-kira perubahanya seperti ini:
Maju tak gentar, membela yang bayar
Maju tak gentar, asal tidak ketahuang (Eh salah yang benar ketahuan, GJ banget ya... hehehe)
Maju serentak, yang bayar pasti menang
Maju serentak, jaminan pasti menang
Bergerak bergerak, serentak serentak
Menerkam menerjang terjang, tak gentar tak gentar
Menyerang menyerang, yang bayar pastilah menang
Nah, itu kan sesuai dengan kondisi hari ini. Walaupun itu hanya subjektivitasku tapi perasaanku itu sangat Indonesia banget gitu loch. Kalau di atas itu masih pendapatku sebagai rakyat.
Masih ada yang ingat gak dengan seorang penyanyi yang bernama Harry Roesli. Beliau pernah berurusan dengan kepolisian. Gara-garanya sih saat memperingati HUT RI tahun 2001 di kediaman Gus Dur menyanyikan lagu sumbang anak negeri --- Garuda Pancasila yang liriknya diplesetkan
Garuda Pancasila, aku lelah mendukungmu
Sejak proklamasi, selalu berkorban untukmu
Pancasila dasarnya apa
Rakyat adil-makmurnya kapan
Pribadi bangsaku
Tidak maju-maju, tidak maju-maju
Tidak maju-maju
Sangat sumbang sekali bukan? Memang begitulah kondisi negeri ini. Aku menulis ini jangan dianggap melakukan tindakan makar. Justru ini adalah bukti kecintaanku pada negeri yang terancam bubar ini. Ini hanya untuk refleksi untuk kita semua untuk membangun jiwa kita semua, kan lagu Indonesia Raya redaksinya “Bangunlah jiwanya, bangunlah badanya”. Jiwanya dulu baru badannya.
Untuk itu mari membangun kepedulian terhadap sesama anak bangsa dan memberikan bhakti terbaik untuk bangsa ini. Apapun yang kita lakukan yang terbaik untuk semua orang, maka lakukan tidak usah menunggu besok atau lusa.
Pernah juga aku melihat sebuah puisi yang dilantukan dan sangat mengharukan. Yang terinspirasi juga dari nyanyian sumbang anak negeri.
Indonesia air mata kita
Bahagia menjadi nestapa
Indonesia kini tiba-tiba
Selalu dihina-hina bangsa
Di sana banyak orang lupa
Dibuai kepentingan dunia
Tempat bertarung berebut kuasa
Sampai entah kapan akhirnya
Sebuah refleksi yang luar biasa. Lagu-lagu yang dulu punya semangat nasionalisme yang ternyata juga bisa meninabobokan seluruh bangsa. Kini muncul lagi dengan nada-nada sumbang yang bukan muncul begitu saja tetapi realita yang ada, yang telah memunculkan nyanyian sumbang itu. Sudah sepantasnya semua generasi dan semua elemen mengembalikan nyanyian sumbang itu menjadi tidak sumbang lagi. Dalam artian semua harus saling bersinergi untuk untuk bahu-membahu membangun negeri. Saya berkeyakinan jika kondisi tentang carut-marut negeri ini sudah hilang lagu-lagu sumbang itu tanpa kita menghapuspun akan hilang dengan sendirinya karena tidak relevan dengan keadaan.
Untuk menghibur diri aku ingin bernyanyi, sebenarnya suaraku fals. Dan aku juga sadar diri kok. Jadi nyanyinya dalam hati saja.
Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negeri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Blitar, 15 Februari 2012