Rabu, 30 Maret 2022

GABUT VI; MEGENGAN ADA APEM DAN KETAN KOLAK

 


Tak terasa sudah memasuki bulan sya'ban tahun 1443 H. Bulan sya'ban orang Jawa sering menyebutnya dengan bulan ruwah. Pada bulan Ruwah, masyarakat Jawa sering menyelenggarakan tradisi ruwahan. Tradisi ruwahan merupakan tradisi mengirimkan doa kepada arwah para leluhur. Karenanya, bulan Ruwah sering juga disebut bulan arwah. Masing-masing keluarga biasanya melakukan ziarah ke makam leluhur keluarga mereka. Dalam istilah Jawa, tradisi ini disebut ngintun atau ngirim yang maknanya adalah kirim atau berkirim doa untuk para leluhur.

Ruwah sering diterjemahkan sebagai ‘Meruhi Arwah,’ atau memaknai keberadaan para roh arwah. Karena itu, setiap bulan ruwah (sya’ban), banyak orang Jawa yang melakukan ritual nyekar ke makam para leluruhnya. Dan untuk menghormati itu semua biasanya ada ritual slametan yang dilakukan pada bulan ini. Tradisi ini juga menyambut bulan suci ramadhan yang dikenal dengan Megengan atau Unggahan

Megengan (Ungahan)

Megengan atau biasa dikenal dengan unggahan adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi ini sering pula disebut sebagai ritual mapak atau menjemput awal bulan puasa. Megengan berasal dari kata megeng yang bahasa Indonesia-nya menahan, dan terkandung maksud menahan diri mulai dari sekarang untuk menyambut datangnya bulan puasa (poso).

Puasa bahasa jawanya Poso, ‘ngeposne roso’ dengan maksud mengistirahatkan perasaan entah itu perasaan senang, marah, benci, atau apapun itu jenis perasaan, agar jangan sampai nantinya ketika menjalani puasa hanya menikmati menahan lapar dan dahaga saja padahal yang paling penting adalah menahan perasaan atau hawa nafsunya.

Tradisi slametan yang selalu ada dalam bulan Ruwah adalah ngapem. Ngapem adalah tradisi membuat kue tradisional apem, yang dilengkapi dengan ketan dan kolak. Bagi masyarakat yang melestarikan tradisi ngapem, biasanya akan membagikan ketan kolak apem tersebut di atas berkat kepada kerabat dan tetangga.

Apem asal katanya adalah afwum yang artinya meminta maaf, yang maksudnya untuk saling memaafkan dan mohon ampunan kepada Allah SWT.

Nama ketan sendiri dalam kepercayaan masyarakat Jawa memiliki banyak makna. Ketan bisa diartikan “kraketan” atau “ngraketke ikatan”, yang artinya merekatkan ikatan. Dimaknai sebagai simbol perekat tali persaudaraan antar sesama manusia. Hal ini juga ditandai dengan pembagian sajian kepada tetanga dan saudara untuk memperekat keakraban. Nama Ketan juga dipercaya berasal dari kemutan dalam bahasa Jawa, yang artinya teringat. Hal ini sebagai simbol perenungan dan instropeksi diri atas kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan selama ini. Dengan kata lain, sebagai manusia harus selalu ingat atas dosa-dosanya dan merenungkannya. Tetapi dalam hal ini nama Ketan diambil bahasa arab yaitu kata khata'an, yang berarti kesalahan.

Kolak adalah sajian makanan manis pisang yang direbus bersama kuah santan dan gula Jawa. Namun berbeda dengan kolak yang biasa di bulan Ramadhan, kolak Ruwahan biasanya kuahnya lebih kental bahkan hampir asat. Dan rasanya biasanya lebih manis legit dengan sedikit santan yang tersisa.

Nama kolak sendiri dipercayai berasal dari bahasa arab yaitu kata “Khalaqa”, yang artinya menciptakan. Atau juga dari kata “Khaliq” yang berarti Sang Pencipta. Dengan kata lain, Kolak ini merujuk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kolak ini sebagai simbol harapan dari pembuatnya, agar selalu ingat kepada Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu juyang dimaksud adalah mahkluk.

Sebenarnya para ulama dahulu membuat ini tradisi ini untuk pembelajaran bahwa akan datang bulan puasa, setiap makhluq (manusia) pasti punya salah seperti kalam ulama Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan. Akan datang bulan ramdhan maka memohon maaflah atau ampunan kepadaNya.


Blitar, 30 Maret 2022