Selasa, 21 Februari 2023

KITA ‘DEWASA’

 


Hingar-bingar dalam berorganisasi sudahlah menjadi hal biasa. Terutama di NU, kini tidak terasa sudah satu abad organisasi keagamaan terbesar di dunia ini berdiri. Tentu banyaknya jamaah serta kemampuan para jamaah yang berbeda tentang NU tentu kadang-kadang ada yang sedikit salah paham.

Ada yang jamaah itu tahunya hanya yang bersifat umum tidak menyeluruhpun kadang-kadang bisa salah paham. Saat resepsi 1 abad NU di Sidoarjo, Alhamdulillah dengan niat mengharap barokahnya kepada muassis dan pada jam’iyah bisa hadir walapun mungkin hanya berada jauh dari jangkauan tempat stadion delta Sidoarjo.

Sempat juga di sela-sela istirahat membuka medsos lewat HP yang saya pegang. Ada yang bertanya-tanya bingung, NU lahir 31 Januari 1926 tetapi mengapa tahun 2023 sudah diperingati 1 abad. Seharusnya kan masih tahun 2026. Kurang lebih intinya seperti ini. Mungkin saja ada juga belum tahu.

Yang harus dipahami bahwa bahwa kalender yang digunakan dalam NU itu adalah kalender Hijriah. NU lahir pada 16 Rajab 1344 H, jadi genap 1 abadnya adalah 16 Rajab 1444 H. Bisa dipahami kan kalua sudah satu abad.

Sudah 100 tahun. Tentu saja kita mungkin kebetulan sebagai pengurus jam’iyah maupun sebagai jamaah kita serukan, Kita Dewasa. Masih sering terjadi kadang-kadang setelah ada perhelatan mulai dari tingkatan Muktamar, Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang, Konferensi Majelis Wakil Cabang, dan Musyawarah Ranting akan terjadi sedikit friksi-friksi karena mungkin ada kekecewaan calon yang dianggap mumpuni versi masing-masing kader belum beruntung dalam pemilihan.

Perlu kita tanamkan dalam diri, itu hal yang lumrah, tetap satu komando dalam ber-NU. Kembali ke niat awal dalam ber-NU. Selamat niat awal adalah berkhidmah, goncangan seperti itu sudahlah hal yang biasa. Berbeda kalau niatnya Nunut Urip di NU, tentu akan beda lagi.

Ada cerita yang menurut saya menarik untuk kita renungi. Yaitu saat presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden 1959 salah satu isinya dalah membubarkan DPR. Kemudian membentuk DPR-GR, perdebatan sengit terjadi antara KH. Bisri Syansuri dengan KH. Wahab Chasbullah.

Mbah Bisri Syansuri ngotot agar NU tidak bergabung dengan DPR-GR bentukan Bung Karno. Beliau berdalil bahwa pembubaran DPR hasil pilihan rakyat oleh Bung Karno tidak sah secara fiqih. Hukumnya haram masuk DPR-GR yang main tunjuk itu, apalagi suara Masyumi dihilangkan.

“Bung Karno nggosob. Suara orang Islam jadi kecil karena Masyumi dicoret,” begitu kira-kira kata Mbah Bisri, Wakil Rais Aam PBNU saat itu.

Sementara itu, Rois Aam PBNU waktu itu, Mbah Wahab Chasbullah punya pikiran lain. Ia bersebrangan dengan wakilnya yang juga iparnya itu. “Sssst... jangan banter-banter, Kiai. Kita tidak bisa memastikan pencoretan Masyumi itu nggosob atau tidak. Yang pasti, kalau NU tidak masuk DPR-GR, suara orang Islam makin tidak terwakili,” Mbah Wahab menjelaskan dengan kalem.

“Lalu kalau masuk bagaimana?” tanya Mbah Bisri. Mbah Wahab menjawab, juga dengan kalem, “Masuk saja dulu. Nanti kalau mau keluar sih gampang.”

Proses kedua punggawa NU ini dalam memutuskan ini juga tidak mudah dan prosesnya tidak dalam waktu yang singkat. Konon Mbah Wahab pernah mencoba menakhlukkan pandangan Mbah Bisri dengan metode lain. Ada cerita di sela-sela sebelum menjadi keputusan resmi dari PBNU masuk di DPR-GR, Mbah Wahab mencoba negosiasi dengan Mbah Bisri dengan mayoran.

Mbah Wahab memasak sendiri sambal terong tradisi saat mereka mondok dulu. Saat Mbah Bisri datang, Mbah Wahab mempersilahkan masuk dan langsung mayoran. Tapi mereka hanya terdiam tanpa ada sepatah katapun karena adanya perbedaan pandangan soal masuk atau tidaknya NU dalam DPR-GR.

Setelah lama akhirnya Mbah Bisri mulai angkat bicara “Harus saya akui, masakan sampean dari dulu sampai hari tetap enak, tapi soal DPR-GR saya tetap tidak sepakat dengan pendapat sampean” kira-kira seperti ini yang dikatakan beliau.

Singkat cerita akhirnya keputusan NU adalah masuk DPR-GR yang dibentuk oleh Presiden Soekarno. Karena sudah menjadi keputusan organisasi Mbah Bisri tetap sam’an wa tho’atan karena memang sudah menjadi keputusan organisasi walaupun tidak sependapat. Bahkan, Ibu Nyai Solichah anaknya (Ibundanya Gus Dur) masuk DPR-GR dan Mbah Bisri tidak melarangnya bahkan mendukungnya.

Inilah biasanya yang sering saya sampaikan saat PKPNU. NU kini menjadi organisasi yang tidak lagi muda, dan bahkan menjadi organisasi terbesar di dunia. Semua harus dewasa.

 

Blitar, 21 Februari 2023