Hingar-bingar
dalam berorganisasi sudahlah menjadi hal biasa. Terutama di NU, kini tidak
terasa sudah satu abad organisasi keagamaan terbesar di dunia ini berdiri. Tentu
banyaknya jamaah serta kemampuan para jamaah yang berbeda tentang NU tentu
kadang-kadang ada yang sedikit salah paham.
Ada
yang jamaah itu tahunya hanya yang bersifat umum tidak menyeluruhpun
kadang-kadang bisa salah paham. Saat resepsi 1 abad NU di Sidoarjo, Alhamdulillah
dengan niat mengharap barokahnya kepada muassis dan pada jam’iyah
bisa hadir walapun mungkin hanya berada jauh dari jangkauan tempat stadion
delta Sidoarjo.
Sempat
juga di sela-sela istirahat membuka medsos lewat HP yang saya pegang. Ada yang
bertanya-tanya bingung, NU lahir 31 Januari 1926 tetapi mengapa tahun 2023
sudah diperingati 1 abad. Seharusnya kan masih tahun 2026. Kurang lebih intinya
seperti ini. Mungkin saja ada juga belum tahu.
Yang
harus dipahami bahwa bahwa kalender yang digunakan dalam NU itu adalah kalender
Hijriah. NU lahir pada 16 Rajab 1344 H, jadi genap 1 abadnya adalah 16 Rajab
1444 H. Bisa dipahami kan kalua sudah satu abad.
Sudah
100 tahun. Tentu saja kita mungkin kebetulan sebagai pengurus jam’iyah maupun
sebagai jamaah kita serukan, Kita Dewasa. Masih sering terjadi kadang-kadang
setelah ada perhelatan mulai dari tingkatan Muktamar, Konferensi Wilayah,
Konferensi Cabang, Konferensi Majelis Wakil Cabang, dan Musyawarah Ranting akan
terjadi sedikit friksi-friksi karena mungkin ada kekecewaan calon yang dianggap
mumpuni versi masing-masing kader belum beruntung dalam pemilihan.
Perlu
kita tanamkan dalam diri, itu hal yang lumrah, tetap satu komando dalam ber-NU. Kembali ke
niat awal dalam ber-NU. Selamat niat awal adalah berkhidmah, goncangan seperti
itu sudahlah hal yang biasa. Berbeda kalau niatnya Nunut Urip di NU, tentu akan
beda lagi.
Ada
cerita yang menurut saya menarik untuk kita renungi. Yaitu saat presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit presiden 1959 salah
satu isinya dalah membubarkan DPR. Kemudian membentuk DPR-GR, perdebatan sengit
terjadi antara KH. Bisri Syansuri dengan KH. Wahab Chasbullah.
Mbah Bisri Syansuri ngotot agar NU tidak
bergabung dengan DPR-GR bentukan Bung Karno. Beliau berdalil bahwa pembubaran
DPR hasil pilihan rakyat oleh Bung Karno tidak sah secara fiqih. Hukumnya haram
masuk DPR-GR yang main tunjuk itu, apalagi suara Masyumi dihilangkan.
“Bung Karno nggosob. Suara orang Islam jadi
kecil karena Masyumi dicoret,” begitu kira-kira kata Mbah Bisri, Wakil Rais Aam
PBNU saat itu.
Sementara itu, Rois Aam PBNU waktu itu, Mbah
Wahab Chasbullah punya pikiran lain. Ia bersebrangan dengan wakilnya yang juga
iparnya itu. “Sssst... jangan banter-banter, Kiai. Kita tidak bisa memastikan
pencoretan Masyumi itu nggosob atau tidak. Yang pasti, kalau NU tidak masuk
DPR-GR, suara orang Islam makin tidak terwakili,” Mbah Wahab menjelaskan dengan
kalem.
“Lalu kalau masuk bagaimana?” tanya Mbah
Bisri. Mbah Wahab menjawab, juga dengan kalem, “Masuk saja dulu. Nanti kalau
mau keluar sih gampang.”
Proses kedua punggawa NU ini dalam memutuskan
ini juga tidak mudah dan prosesnya tidak dalam waktu yang singkat. Konon Mbah
Wahab pernah mencoba menakhlukkan pandangan Mbah Bisri dengan metode lain. Ada
cerita di sela-sela sebelum menjadi keputusan resmi dari PBNU masuk di DPR-GR, Mbah
Wahab mencoba negosiasi dengan Mbah Bisri dengan mayoran.
Mbah Wahab memasak sendiri sambal terong
tradisi saat mereka mondok dulu. Saat Mbah Bisri datang, Mbah Wahab
mempersilahkan masuk dan langsung mayoran. Tapi mereka hanya terdiam tanpa ada
sepatah katapun karena adanya perbedaan pandangan soal masuk atau tidaknya NU
dalam DPR-GR.
Setelah lama akhirnya Mbah Bisri mulai angkat
bicara “Harus saya akui, masakan sampean dari dulu sampai hari tetap
enak, tapi soal DPR-GR saya tetap tidak sepakat dengan pendapat sampean”
kira-kira seperti ini yang dikatakan beliau.
Singkat cerita akhirnya keputusan NU adalah
masuk DPR-GR yang dibentuk oleh Presiden Soekarno. Karena sudah menjadi
keputusan organisasi Mbah Bisri tetap sam’an wa tho’atan karena memang
sudah menjadi keputusan organisasi walaupun tidak sependapat. Bahkan, Ibu Nyai
Solichah anaknya (Ibundanya Gus Dur) masuk DPR-GR dan Mbah Bisri tidak
melarangnya bahkan mendukungnya.
Inilah biasanya yang sering saya sampaikan
saat PKPNU. NU kini menjadi organisasi yang tidak lagi muda, dan bahkan menjadi
organisasi terbesar di dunia. Semua harus dewasa.
Blitar, 21 Februari 2023