Bukit yang berjajar-jajar, liku-liku jalanan yang selau beranjak naik turun. Membuat orang melewati dengan penuh suka duka. Suka dan duka menutrutku dua kata yang bertolak belakang tetapi keduanya selalu datang silih berganti. Liku-liku jalanan mengiatkanku pada liku-liku kehidupan. Liku-liku kehidupan dunia politik yang penuh trik dan intrik.
Demokrasi hari ini demokrasi yang belum siapa pada negara ini karena banyaknya persepsi yang tidak sama tentang apa itu demokrasi. Demontrasi merupakan bagian dari demokrasi. Karena demontrasi merupakan penyokong tegaknya dari demokrasi. Jangan sampai demontrasi dijadikan alat sebagai bagian dari Demo Crazy. Dan mengotori apa yang dinamakan dengan demokrasi. Bukan Bemo dan Cratos, bukan Demos dan Crazy, bukan pula Bemo dan Crazy, tetapi Demos dan Cratos.
Reformasi yang telah bergulir di negeri ini telah memberikan kebebasan. Dari kebebasan berserikat dengan berbagai ideologi sampai kebebasan mengeluarkan suara.
Blitar, 15 mei 2009. Pertarungan ideologi di Indonesia semakin massif. Di pemilu presiden kali ini semakin ramai penbicaraan seputar ideology. Isu-isu yang berkembang dalam perpolitikan Indonesia memunculkan wacana-wacana pencitraan dan saling menyerang. Dan aku suka akan hal ini, apalagi yang kalah dalam pemilu kali akan menjadi oposisi, maka kontrol untuk pemerintahan akan berjalan dinamis. Tawaran-tawaran dari calon presiden kali ini sangat ideologis. Dari liberasi sampai nasionalisasi. Dari yang berideologi kapitalisme sampai nasionalisme. Siapa yang menang…? Tidak dapat di tentukan hari ini. Politik yang licik yang penuh trik dan intrik bisa saja memutar balikan fakta. Makanya tidak dapat dipastikan siapa yang menang. Itulah perpolotikan Indonesia yang seperti “Theatre State” kata C. Geertz.
Blitar, 29 April 2009