Ada sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang berbunyi “Udkhuluu fis silmi kaffah!”. Maksudnya adalah ketotalitasan dalam kesalehan dalam Islam. Sebenarnya kalau dipahami lebih mendalam tidak ada dikotomi dalam hal kesalehan.
Apa yang dimaksud dengan dikotomi dalam hal kesalehan. Fenomena yang ada di masyarakat modern --- terutama akhir-akhir ini --- masyarakat dalam hal beragama (Islam) dalam berprilakunya mendikotomikan sendiri dalam hal kesalehan. Seakan-akan kesalehan itu ada dua macam yaitu “kesalehan ritual” dan “kesalehan sosial”. (Ini hanya menurutku pandanganku saja, kalau memang ada yang pendapat yang lain juga sah-sah saja)
Kesalehan ritual ini menunjuk pada orang-orang yang hanya mementingkan ibadah mahdloh saja. Sholat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya sangat rajin sekali. Intinya dalam hal peribadahan yang berhubungan langsung dengan Tuhan dan untuk kepentingan sendiri. Atau bisa dikatakan hanya mementingkan hablumminanaallah. Tidak peduli dengan keadaan orang-orang di sekitarnya.
Kesalehan sosial ini menunjuk pada hal-hal yang bersifat sosial, nilai-nilai keislaman. Suka memikirkan orang lain, santun, suka menolong orang, dan seterusnya. Tetapi dalam hal peribadahan kurang diperhatikan. Atau bisa dikatakan hanya mementingkan hablumminannas.
Yang sering saya rasakan (mudah-mudahan saja salah) orang yang sangat rajin dalam peribadahan dalam rangka hablumminallah seringkali kurang peduli terhadap permasalahan-permasalahan sosial. Kurang peduli terhadap kepentingan masyarakat umum bahkan kelihatan bebal. Seakan-akan Islam hanya mengajarkan untuk melakukan hal-hal yang menjadi kepentingan diri sendiri kepada Tuhan.
Sebaliknya juga orang-orang yang hanya konsentrasi untuk kepentingan umat kurang begitu memperhatikan dalam hal peribadahan. Pendek kata kelihatanya “melalaikan ibadah pribadinya”.
Padahal yang aku tahu, baik hablumminallah maupun hablumminannas, keduanya diajarkan dalam Islam. Banyak ayat-ayat al-Qur’an memerintahkan untuk beribadah kepada Allah dan juga banyak untuk berbuat baik kepada sesama dengan memperhatikan orang-orang di sekitar kita (masyarakat) Banyak juga hadits-hadits yang matannya tidak hanya berisi ibadah kepada Allah semata tetapi juga perintah untuk memperhatikan hak-hak orang lain.
Sebenarnya (orang) Islam yang mengakui Muhammad SAW sebagai suri teladan yang baik, nabi akhiru zaman. Sebaiknya juga meniru perbuatan beliau dan para sahabatnya. Bagaimana beliau tidak hanya ibadah untuk kepentingan sendiri tetapi juga memikirkan umatnya. Mulai dari memberi makan kepada orang-orang miskin, memerdekakan budak, dll. Kalau sekarang bagaimana kepentingan masyarakat itu diperhatikan atau bahasa kerennya dikontekstualisasikan dengan kondisi sekarang.
Untuk itu, mari belajar bersama-sama menuju ketotalitasan dalam beragama (kaffah). Untuk menyempurnakan kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya saleh ritual tetapi juga saleh sosial.
04.39 WIB
Blitar, 9 Maret 2012