Tak
terasa sudah satu bulan penuh negeri ini merayakan pesta rakyat, mungkin masih
ada yang bingung? Emangnya pesta apa kok sampai satu bulan? Tidak usah bingung
‘pesta’ ini bukanlah pesta rakyat seperti apa yang telah dibicarakan para
politisi. Ini hanyalah pesta dalam rangka memperingati hari kemerdekaan
Republik Indonesia.
Mulai
dari RT, RW, Desa/ Kelurahan, Kecamatan sampai pemerintahan pusat
menyelenggarakan acara sebagai penghormatan negeri ini. Mulai dari lomba makan
krupuk, bazaar, panjang pinang, jalan sehat, sampai upacara bendera. Pokoknya
hampir semua acara ada.
Dan
tentu saja yang paling ramai dan paling banyak penontonya adalah karnaval. Tapi
namanya kata panitia bermacam-macam; mulai dari pawai budaya sampai pawai
pembangunan tapi intinya sama.
Sering
kali saat menonton pawai-pawai atau saya biasanya menyebut dengan karnaval ada
sesuatu yang selalu mengganjal dalam perasaan saya. Karnaval biasanya yang
melihat ini adalah dari semua kalangan mulai yang kaya sampai yang miskin, dari
yang berklulit hitam seperti saya sampai yang putih, mulai kecil (anak-anak)
sampai lansia.
Saya
sih sebenarnya tidak mempermasalahkan yang menonton (hehehe). Entah kecil atau
besar, entah muda atau tua. Tapi yang saya sesalkan adalah yang ditampilkan
dalam pawai karena beberapa tidak mendidik penonton terutama anak-anak (ini
hanya menurut saya)
Kalau
saat yang dilihat itu adalah sebuah kreativitas tentu saja saya sangat terhibur
contohnya yang pernah saya lihat ada seorang anak kecil memakai sepeda onthel
dan sepeda onthel itu dihias seperti pesawat dan tiba-tiba anak kecil itu beratraksi dengan sepedanya sehingga terlihat
seperti pesawat yang akan terbang. Saya
langsung terkagum melihat itu.
Tapi
hal lain yang membuat jengkel adalah ketika ada pawai yaitu truk kemudian di
isi sound system yang diputar adalah musik-musik dugem kemudian yang
dilalakngnya hanya joged-joged. Kalau hanya jogged saja sih gk begitu saya
risaukan. Yang saya risaukan adalah ketika yang dibelakangnya ada yang
berdandan seperti wanita kemudian juga joged-joged, seringkali agar membuat
penonton tertawa tetan yang lain membuat adegan seperti melecehkan wanita
dengan cara meremas payudara yang berdandan seperti wanita atau juga hal lain.
Hal-hal
itu seperti dilihat oleh anak-anak kecil, saya khawatir dalam pikiran anak-anak
yang melihat akan tertanam bahwa wanita hanya menjadi objek pelecehan, dan yang
paling ngeri dalam pikiran saya itu akan dipraktekkan ketika anak-anak itu
berkumpul dengan teman-temanya.
Hal
lain yang tidak habis saya pikir malah banyak wanita yang mengajak berfoto
selfy.
Blitar,
1 September 2014