Senin, 29 September 2014

Catatan Janggalku di Bulan Agustus









Tak terasa sudah satu bulan penuh negeri ini merayakan pesta rakyat, mungkin masih ada yang bingung? Emangnya pesta apa kok sampai satu bulan? Tidak usah bingung ‘pesta’ ini bukanlah pesta rakyat seperti apa yang telah dibicarakan para politisi. Ini hanyalah pesta dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Mulai dari RT, RW, Desa/ Kelurahan, Kecamatan sampai pemerintahan pusat menyelenggarakan acara sebagai penghormatan negeri ini. Mulai dari lomba makan krupuk, bazaar, panjang pinang, jalan sehat, sampai upacara bendera. Pokoknya hampir semua acara ada.

Dan tentu saja yang paling ramai dan paling banyak penontonya adalah karnaval. Tapi namanya kata panitia bermacam-macam; mulai dari pawai budaya sampai pawai pembangunan tapi intinya sama.

Sering kali saat menonton pawai-pawai atau saya biasanya menyebut dengan karnaval ada sesuatu yang selalu mengganjal dalam perasaan saya. Karnaval biasanya yang melihat ini adalah dari semua kalangan mulai yang kaya sampai yang miskin, dari yang berklulit hitam seperti saya sampai yang putih, mulai kecil (anak-anak) sampai lansia.

Saya sih sebenarnya tidak mempermasalahkan yang menonton (hehehe). Entah kecil atau besar, entah muda atau tua. Tapi yang saya sesalkan adalah yang ditampilkan dalam pawai karena beberapa tidak mendidik penonton terutama anak-anak (ini hanya menurut saya)
Kalau saat yang dilihat itu adalah sebuah kreativitas tentu saja saya sangat terhibur contohnya yang pernah saya lihat ada seorang anak kecil memakai sepeda onthel dan sepeda onthel itu dihias seperti pesawat dan tiba-tiba anak kecil itu  beratraksi dengan sepedanya sehingga terlihat seperti pesawat yang  akan terbang. Saya langsung terkagum melihat itu.

Tapi hal lain yang membuat jengkel adalah ketika ada pawai yaitu truk kemudian di isi sound system yang diputar adalah musik-musik dugem kemudian yang dilalakngnya hanya joged-joged. Kalau hanya jogged saja sih gk begitu saya risaukan. Yang saya risaukan adalah ketika yang dibelakangnya ada yang berdandan seperti wanita kemudian juga joged-joged, seringkali agar membuat penonton tertawa tetan yang lain membuat adegan seperti melecehkan wanita dengan cara meremas payudara yang berdandan seperti wanita atau juga hal lain. 

Hal-hal itu seperti dilihat oleh anak-anak kecil, saya khawatir dalam pikiran anak-anak yang melihat akan tertanam bahwa wanita hanya menjadi objek pelecehan, dan yang paling ngeri dalam pikiran saya itu akan dipraktekkan ketika anak-anak itu berkumpul dengan teman-temanya.

Hal lain yang tidak habis saya pikir malah banyak wanita yang mengajak berfoto selfy.

Blitar, 1 September 2014