Kamis, 05 Agustus 2021

GABUT II; INGKUNG (INGSUN MATEKUNG)




Malam itu setelah selesei sholat isya' kedatangan tamu, ternyata itu adalah saudara sepupu saya. Saya persilahkan duduk, kemudian ngobrol-ngobrol. Ternyata intinya mengundang acara besok paginya untuk selametan. Selametan dalam rangka wujud syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT karena akan memulai membangun rumah untuk pondasinya.

Selametan dalam tradisi orang-orang jawa memiliki makna tersendiri. Setiap upacara adat tidak lepas dengan namanya selametan. Selametan berati berdoa agar selamat dan sebagai wujud rasa syukur atas semua nikmatNya. Selametan adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga.

Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk. Selametan dilakukan untuk merayakan hampir semua kejadian, termasuk kelahiran, kematian, pernikahan, pindah rumah, dan sebagainya.

Dalam selametan asli dalam budaya jawa, ada makanan khas dalam selametan yaitu Ingkung. Tentu dalam setiap makanan sebenarnya adanya simbol-simbol pendidikan untuk membetuk karakter masyarakat dan menjadi pengingat akan ajaran agama. Tak terkecuali ingkung itu sendiri. 

Konon, jauh sebelum agama Islam datang, kepercayaan animisme dan dinamime masyarakat Jawa telah menyinggung ayam tu-kung sebagai salah satu sesaji. Ayam tu-kung ketika agama islam masuk ke Indonesia kemudian dirubah menjadi ayam ingkung. Ayam tu-kung selalu disandingkan dengan tumpeng sebagai sesaji.

Kini perubahan wujud dan bentuk dari ayam ingkung sudah kita lihat dalam upacara-upacara adat atau selametan sekarang ini. Ingkung ayam merupakan makanan dan yang sangat istimewa pada selametan yang dilakukan masayarakat Jawa, termasuk pada tradisi selametan ngesur tanah, dan upacara adat lainnya.

Makan Ingkung Sambil Merenung

Tentu Ingkung tidak hanya disajikan sendiri tetapi selalu akan didampingi nasi gurih. Konon, nasi gurih ini punya nama lain yaitu nasi uduk. Tapi kini nasi uduk lebih dikenal pada masyarkat betawi, kalau dilihat dari asal-usulnya nasi uduk betawi merupakan perpaduan antara nasi lemak orang melayu dengan nasi gurih (uduk) orang jawa. bertemu di Batavia dan berkembang di sana sekitar awal abad XVII. Dan pada masyarakat lebih tren dengan nasi gurih karena rasanya yang gurih 

Nasi uduk terbuat dari nasi yang kemudian saat memasak dicampur dengan santan, garam, dan daun salam dan bumbu lain yag mungkin disetiap daerah punya kekhasan sendiri-sendiri. Nama nasi uduk sebenarnya diambil dari kata wudlu'. Dalam agama Islam berarti bersuci setiap hendak melakukan ibadah sholat.

Selanjutnya untuk ayam ingkung, Ingkung adalah ayam utuh yang dibentuk seperti posisi orang duduk timpuh, yaitu seperti posisi orang yang sedang duduk saat shalat. Ayam Ingkung memiliki arti mengayomi, diambil dari kata jinakung dalam Bahasa Jawa kuno dan manekung yang artinya memanjatkan doa. Bentuk semacam ini menggambarkan sikap orang yang sedang manekung (bersemadi). Hal ini sesuai dengan makna kata ingkung yang berasal dari kata ing (ingsun) dan kung (manekung). Kata ingsun berarti aku dan kata manekung berarti berdoa dengan penuh khidmat. 

Ingkung ada kuahnya sedikit berwarna kuning. Kuah ini bumbu utamanya adalah serei dan warna kuning karena dicampur dengan kunir (kunyit) dan juga bumbu-bumbu yang lain untuk menambah kenikmatan dan kelezatan ingkung. kemudian kuah tersebut diberi nama sareh. sareh mempunyai arti tenang. Sareh itu sama dengan sabar, tidak mudah berontak.

Warna kuning berasal dari kunir (kunyit). Sebenarnya kunir dimaksudkan pertanda dari bahasa arab "Kun-Nuur" yang berarti jadilah cahaya. Di beberapa tempat atau beberapa acara lain, biasanya nasi uduknya diberi warna kuning karena dicampur dengan kunir (kunyit) sebenarnya maksudnya sama.

Kalau kita rangkai akan menjadi pesan yang seperti ini, "untuk bisa hati tenang dan sabar (sareh) maka dirikanlah sholat dan berdoa (Ingkung; Ingsung-Matekung) sebelum sholat jangan lupa untuk bersuci atau wudlu (Uduk) agar jiwa dan raga menjadi cahaya (Kun-Nuur; kunir)"

Dan yang tak kalah lebih penting lagi kalau mau makan nasi uduk dan ingkung, saya diajak dong. hehehe...


Blitar, 3 Agustus 2021