Selasa, 16 Mei 2023

GABUT XI; WULANG ONGKO

Keunikan angka dalam bahasa Jawa

Si Kecil yang selalu manja dan ingin selalu diperhatikan terutama ayahnya, kini tak terasa sudah memasuki usia 5 tahun dan sekolah di Taman Kanak-kanak. Waktu rasanya berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin dia selalu kutimang-timang. Semoga kelak nanti menjadi anak yang solehah. Tantu itu harapan saya sebagai seorang ayah.

Saat memasuki anak perempuan yang menginjak lima tahun, jadi teringat sebuah filosofi bilangan angka jawa. Orang jawa untuk mengajari hidup dan apa yang harus dilakukan dengan penyebutan dalam angka. Pada usia tersebut apa yang ideal cukup dengan memahami penyebutan bilangan. Dalam pendidikan untuk belajar hidup tidak selalu dalam bentuk sebuah dalam penyampaian yang formal. Mari kita cermati angka-angka tersebut.

Welas

Setelah angka sepuluh atau sedoso dalam krama inggil dalam bahasa jawa yaitu sewelas atau setunggal welas, buka siji puluh atau setunggal puluh. Kata welas dalam bahasa Jawa digunakan untuk mengganti kata belas dalam bahasa Indonesia. Dua belas juga dibaca kaleh welas dalam bahasa Jawa untuk tata bahasa Jawa halus (kromo inggil), demikian seterusnya sampai sembilan belas dibaca songolas

Pemaknaan kata welas untuk menyebut angka sebelas hingga sembilan belas adalah sebuah simbol yang menggambarkan harapan. Harapan tentang manusia yang menginjak usia sebelas hingga sembilan belas tahun mengembangkan sifat welas asih (belas kasih) kepada lingkungannya. Mulai mengembangkan sifat peduli pada manusia di sekitarnya dan lingkungannya.

Likur

Setelah angka songolas angka rong puluh sedangkan kaleh doso untuk krama inggil. Untuk bilangan pada puluhan yang kelipatan sepuluh sampai empat puluh tidak ada perbedaan dalam penyebutan. Kembali ke angka rongpuluh selanjutnya akan kita temukan angka likur. Kata likur ini digunakan untuk menyebut angka 21 sampai 29. Angka 21 disebut selikur, angka 22 disebut rolikur dan seterusnya sampai 29 disebut songolikur

Aturan ini berlaku kecuali pada angka 25. Kata likur memiliki makna "lingguh kursi" yang artinya duduk di kursi dalam bahasa Indonesia. Kata ini memiliki makna bahwa ada harapan manusia dengan rentang usia 21 hingga 29 tahun seharusnya sudah memiliki jati diri dan mulai mencari kemapanan dalam pekerjaannya, termasuk dalam menjalani rencana kehidupannya di masa depan.

Selawe

Pada angka 21-29 ada yang unik dalam penyebutan. tidak lazim seperti yang lain yaitu angka 25 tidak mengikuti aturan likur. Angka 25 dalam penyebutan bahasa Jawa disebut dengan kata selawe. Makna selawe, memiliki arti "seneng-senenge lanang lan wedok" atau dalam bahasa Indonesia memiliki arti sedang senang dengan lawan jenis. 

Yang pria sedang di puncak asmara dengan perempuan, demikian pula sebaliknya. Sang wanita sedang memiliki keinginan yang tinggi untuk dilamar. Makna dibalik ini adalah pada usia 25 tahun, setiap manusia sudah sewajarnya memiliki pemikiran dan perencanaan untuk melakukan pernikahan. Setelah mapan atas pekerjaannya, pada usia ini setiap manusia diharapkan tidak memikirkan lagi diri sendiri, tapi membentuk sebuah keluarga.

Angka 25 dinisbatkan pada saat nabi Muhammada SAW mulai membina rumah tangga dengan Siti Khadijah dan saat itu beliau sukses dalam membangun ekonomi dengan berdagang.

Seket

Seperti halnya angka 21-29 ditengah-tengah ada penyebutan yang berbeda. Begitu juga untuk penyebutan angka kelipatan 10-90. di tengah-tengah atau angka 50 disebut seket. lalu untuk angka 60 juga berbeda yaitu sewidak karena juga memiliki filosofi tersendiri. Kata seket digunakan untuk menyebut angka 50. Kata seket ini memiliki arti "seneng kethonan" atau suka memakai kethu atau tutup kepala, topi, kopiah, udheng dan lain sebagainya. 

Pemaknaan dari kata ini adalah, di usia ini manusia diharapkan sudah menjadi dewasa dan memiliki pemahaman atas kehidupan. Jenis tutup kepala yang dulu ada di Jawa dikenal sebagai udheng. Nah, di Jawa sendiri beredar nilai budaya, untuk mereka yang ingin menggunakan udheng, diharapkan sudah mencapai taraf mudheng atau paham dalam bahasa Indonesia. 

Topi, kopiah, udheng disimbolkan sebagai sesuatu yang menggambarkan tingkat kebijaksanaan manusia. Sebagai seorang yang bijaksana, sudah menjadi hal yang wajar jika mereka kemudian membagi ilmunya kepada orang yang lebih muda. Itu harapan yang tebesit dari kata seket ini. Selain itu di usia ini, manusia diharapkan tidak berfokus pada mengumpulkan harta benda, tetapi fokus untuk menikmati hidup dan mengajarkan pemahaman tentang nilai kehidupan pada generasi di bawahnya.

Sewidak

Selain yang sudah disebutkan di atas kita akan menemukan angka 60. Angka 60 ini disebut dengan sewidak. Kata ini memiliki arti "sejatine wis wayahe tindak" atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sudah seharusnya pergi. Kata pergi di sini memiliki arti meninggal karena faktor usia. Bukan berarti menusia yang sudah sampai di usia ini diharapkan meninggal, tetapi lebih kepada mengingatkan bahwa kematian sudah dekat. Diharapkan manusia yang sudah sampai di usia ini selayaknya berpikir tentang kebaikannya terhadap orang lain dan lingkungannya selama dia hidup. dan fokus pada amal untuk bekal menghadap sang ilahi.

Hal ini tidak didukung oleh sebuah teori kebudayaan Jawa, namun sudah beredar secara turun temurun dari generasi ke generasi.